Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanaman Porang, Si Umbi Bahan Baku Mi Shirataki yang Sedang Naik Daun

Kompas.com - Diperbarui 20/08/2021, 19:58 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Porang kini tengah naik daun. Padahal, porang dulunya dianggap tanaman yang tumbuh liar di pekarangan, bahkan di beberapa daerah dianggap sebagai makanan ular (porang tanaman).

Tanaman porang kini mulai banyak ditanam petani di sejumlah daerah seiring meningkatnya permintaan ekspor umbinya.

Pohon porang adalah tanaman umbi-umbian dengan nama latin Amorphophallus muelleri. Di beberapa daerah di Jawa, tanaman porang dikenal dengan nama iles-iles.

Budidaya porang juga terbilang mudah dan murah karena tak memerlukan banyak perlakukan khusus. Pohon porang mudah tumbuh dalam berbagai kondisi tanah, bahkan di lahan kritis sekalipun.

Baca juga: Ladang Uang Ternak Ayam Kampung, Modal Kecil, Peluang Menjanjikan

Harga porang di pasaran ekspor juga terus meningkat. Manfaat porang, terutama umbinya, digunakan untuk bahan baku pembuatan tepung konjak atau tepung glucomannan.

Tepung ini yang kemudian dipakai sebagai bahan utama olahan shirataki, mi bening yang banyak dikonsumsi di Asia Pasifik.

Berbeda dengan tepung terigu atau tepung beras, konjak sendiri dikenal memiliki banyak serat. Itu sebabnya shirataki berbahan dari konjak memiliki rasa lebih kenyal namun kandungan karbohidrat lebih sedikit.

Mi shirataki ini juga seringkali dipakai untuk mi ramen di Jepang. Popularitas shirataki juga terus meningkat karena dipercaya sebagai menu diet dan gaya hidup sehat.

Baca juga: Minat Budidaya Sayur Hidroponik di Rumah? Segini Modalnya

Manfaat porang juga biasanya diolah menjadi bahan baku produk kosmetik, pengental, jelly, penjernih air, hingga lem (porang tanaman apa).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai, porang tanaman akan menjadi makanan sehat sebagai pengganti beras pada masa depan. Panen porang juga sangat menjanjikan, setiap 1 hektare lahan bisa dipanen antara 15-20 ton. 

“Porang ini akan menjadi makanan masa depan karena low calorie, low carbo dan juga rendah kadar gula. Saya kira ini akan menjadi makanan sehat di masa depan. Ini juga bisa menjadi pengganti beras yang lebih sehat karena kadar gulanya sangat rendah,” paparnya.

Lebih lanjut, Jokowi memaparkan, hasil panen porang tanaman per musim tanam, yakni di musim tanam pertama, bisa mencapai Rp 40.000.000 dalam kurun delapan bulan.

Baca juga: Taliban, Penguasa Baru Kekayaan Tambang Rp 14.000 Triliun di Afghanistan

Jokowi berharap, Indonesia dapat mengekspor porang dalam bentuk olahan sehingga nilai jual produk akan meningkat.

“Kita harapkan kita tidak akan mengekspor porang dalam bentuk mentahan, tapi seperti yang kita lihat tadi di sini, ini sudah setengah jadi. Ini bisa menjadi tepung dan Insya Allah tahun depan sudah menjadi barang jadi, menjadi beras porang,” tutur Jokowi.

Dari data yang dirilis Kementerian Pertanian, jika dijadikan sebagai tanaman budidaya pertanian, keunggulan pohon porang yakni bisa beradaptasi pada berbagai semua jenis tanah dan ketinggian antara 0 sampai 700 mdpl.

Tanaman porang juga relatif bisa bertahan di tanah kering. Umbinya atau bibit porang juga bisa didapatkan dengan mudah, sementara tanamanya hanya memperlukan perawatan yang minim.

Baca juga: Minat Daftar TNI AU? Ini Besaran Gaji dan Tunjangannya

Kelebihan lainnya, pohon porang bisa ditanam dengan tumpang sari karena bisa toleran dengan dengan naungan hingga 60 persen.

Bibit pohon porang biasa digunakan dari potongan umbi batang maupun umbi yang telah memiliki titik tumbuh atau umbi katak (bubil) yang ditanam secara langsung.

Kendati begitu, tanaman ini baru bisa menghasilkan umbi yang baik pada usia di atas satu tahun sehingga masa panennya cukup lama.

Di Madiun Jawa Timur contohnya, tanaman porang kini banyak dibudidayakan petani setempat. Ini karena harga porang relatif lebih menjanjikan dibandingkan tanaman budidaya lain.

Baca juga: Memanen Untung dari Sayur Hidroponik, Bisnis yang Kebal dari Covid-19

Di Madiun, semenjak dibudidayakan petani dari tahun 1970-an, pohon porang menjadi komoditas tanaman perkebunan yang menjanjikan bagi petani setempat.

Harga porang iris kering yang terus melonjak dari tahun ke tahun menjadikan banyak petani yang banting setir menanam porang.

Hampir semua hasil umbi porang di Madiun diekspor sebagai bahan baku ramen atau mi tradisional Jepang, serta untuk bahan konyaku dan kosmetik.

Beberapa tahun lalu saja, harga porang segar sudah mencapai Rp 4.000 per kg. Lalu harga porang yang sudah dikeringkan atau sudah berbentuk keripik berkisar Rp 15.000 sampai Rp 30.000 per kg.

Baca juga: Dituding Merusak Terumbu Karang, Apa Itu Cantrang?

Harganya bisa melonjak menjadi di atas Rp 100.000 per kg setelah diolah lebih lanjut seperti diolah menjadi tepung glukomannan. Negara tujuan ekspornya antara lain Jepang, China, Australia, dan Vietnam.

Badan Karantina Pertanian mencatat, pada tahun 2018 ekspor tepung porang mencapai 254 ton dengan nilai Rp 11,31 miliar. Ekspor ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Sentra-sentra budidaya porang dan pengolahan umbi porang menjadi tepung saat ini tersebar di Bandung, Maros, Wonogiri, Madiun, dan Pasuruan.

Namun begitu, menanam tanaman porang juga memiliki beberapa kekurangan. Porang termasuk komoditas yang terbilang baru naik pamor, sehingga pengolahannya dan pemasarannya masih terbatas di beberapa sentra daerah.

Baca juga: Mengapa Pemerintah Hindia Belanda Melaksanakan Tanam Paksa?

Agar mendapatkan harga jual yang baik, petani disarankan terlebih dahulu mencari pasar sebelum melakukan penanaman tanaman porang (porang tanaman). Beberapa pengepul bahkan memberikan kontrak harga porang saat dipanen.

Kekurangan lainnya dalam budidaya porang, adalah tanaman porang lazimnya baru bisa dipanen umbinya setelah dua tahun saat umbi sudah cukup besar.

Ini artinya, budidaya porang memerlukan waktu lebih lama ketimbang tanaman seperti padi, jagung, umbi-umbian, dan komoditas pertanian lainnya.

Tanaman porang hanya mengalami pertumbuhan selama 5 – 6 bulan tiap tahunnya (pada musim penghujan). Sementara saat musim kemarau, pertumbuhannya terbilang lambat, bahkan terhenti.

Namun begitu, tanaman porang dapat dipanen setahun sekali tanpa harus menanam kembali umbinya, yang berarti petani tak harus mengeluarkan biaya untuk menanam kembali pasca-dipanen (budidaya porang).

Baca juga: Apa Itu Tanaman Porang yang Lagi Jadi Primadona Petani

Sentra porang

Saat ini, sentra porang terluas di Tanah Air berada di Provinsi Jatim, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Tengah (Jateng), Sulawesi Selatan (Sulsel), Jawa Barat (Jabar), dan lainnya.

Adapun eksistensi porang periode 2020 seluas 19.950 ha, kemudian periode 2021 mencapai 47.461 ha.

Sentra porang yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia itu ditargetkan akan menjadi 100.000 ha pada 2024, didukung dengan industri hilir atau olahan dan pasarnya.

Kementerian Pertanian merencanakan, target tanam porang pada 2021 seluas 10.000 ha.

Rinciannya meliputi 1.000 ha di Aceh, 1.000 ha di Jabar, 1.500 ha di Jateng, 3.000 ha di Jatim, 1.000 ha di NTT, 500 ha di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dan 2.000 ha di Sulsel.

Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendorong pengembangan porang di Madiun, Jawa Timur.

Baca juga: Cara Cek Ongkir J&T, JNE, TIKI, SiCepat, dan Pos Indonesia

Syahrul mengharapkan Madiun tak hanya sekadar menjadi sentra budidaya, tetapi juga turut berkembang sebagai sentra industri olahan porang tanaman. Sehingga tanaman porang porang yang diekspor dari Madiun nantinya sudah dalam berbentuk olahan, termasuk beras porang shirataki yang dikenal berharga mahal.

“Kita semua tadi melihat ada proses industri sebelum porang diekspor, salah satunya bagaimana porang menjadi beras. Jadi nantinya masyarakat global tidak lagi hanya mengenal beras porang shirataki dari Jepang, tapi juga ada beras porang dari Madiun,” ujarnya dalam siaran resminya.

Dia menyebutkan, beberapa tahun terakhir porang memang menjadi primadona komoditas ekspor, termasuk di Jepang. Di negara Sakura tersebut, porang dijadikan sebagai bahan baku beras shirataki yang sering digunakan sebagai beras diet.

Porang memiliki kandungan glukomannan yang mempercepat rasa kenyang dan memperlambat pengosongan perut sehingga cocok untuk orang yang sedang diet.

Bahkan, Presiden Joko Widodo juga telah mengarahkan, agar tanaman porang bisa dijadikan sebagai komoditas super prioritas. Porang tanaman dinilai memiliki potensi besar sebagai produk ekspor yang akan mendatangkan devisa besar bagi negara.

“Tapi Presiden meminta bahwa porang yang diekspor itu bukan lagi dalam bentuk umbi, tapi harus diproses terlebih dahulu,” jelas Syahrul.

 Baca juga: Jokowi Nilai Porang Akan Jadi Makanan Sehat Masa Depan Pengganti Nasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com