Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanaman Porang, Si Umbi Bahan Baku Mi Shirataki yang Sedang Naik Daun

Kompas.com - Diperbarui 20/08/2021, 19:58 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Tanaman porang juga relatif bisa bertahan di tanah kering. Umbinya atau bibit porang juga bisa didapatkan dengan mudah, sementara tanamanya hanya memperlukan perawatan yang minim.

Baca juga: Minat Daftar TNI AU? Ini Besaran Gaji dan Tunjangannya

Kelebihan lainnya, pohon porang bisa ditanam dengan tumpang sari karena bisa toleran dengan dengan naungan hingga 60 persen.

Bibit pohon porang biasa digunakan dari potongan umbi batang maupun umbi yang telah memiliki titik tumbuh atau umbi katak (bubil) yang ditanam secara langsung.

Kendati begitu, tanaman ini baru bisa menghasilkan umbi yang baik pada usia di atas satu tahun sehingga masa panennya cukup lama.

Di Madiun Jawa Timur contohnya, tanaman porang kini banyak dibudidayakan petani setempat. Ini karena harga porang relatif lebih menjanjikan dibandingkan tanaman budidaya lain.

Baca juga: Memanen Untung dari Sayur Hidroponik, Bisnis yang Kebal dari Covid-19

Di Madiun, semenjak dibudidayakan petani dari tahun 1970-an, pohon porang menjadi komoditas tanaman perkebunan yang menjanjikan bagi petani setempat.

Harga porang iris kering yang terus melonjak dari tahun ke tahun menjadikan banyak petani yang banting setir menanam porang.

Hampir semua hasil umbi porang di Madiun diekspor sebagai bahan baku ramen atau mi tradisional Jepang, serta untuk bahan konyaku dan kosmetik.

Beberapa tahun lalu saja, harga porang segar sudah mencapai Rp 4.000 per kg. Lalu harga porang yang sudah dikeringkan atau sudah berbentuk keripik berkisar Rp 15.000 sampai Rp 30.000 per kg.

Baca juga: Dituding Merusak Terumbu Karang, Apa Itu Cantrang?

Harganya bisa melonjak menjadi di atas Rp 100.000 per kg setelah diolah lebih lanjut seperti diolah menjadi tepung glukomannan. Negara tujuan ekspornya antara lain Jepang, China, Australia, dan Vietnam.

Badan Karantina Pertanian mencatat, pada tahun 2018 ekspor tepung porang mencapai 254 ton dengan nilai Rp 11,31 miliar. Ekspor ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Sentra-sentra budidaya porang dan pengolahan umbi porang menjadi tepung saat ini tersebar di Bandung, Maros, Wonogiri, Madiun, dan Pasuruan.

Namun begitu, menanam tanaman porang juga memiliki beberapa kekurangan. Porang termasuk komoditas yang terbilang baru naik pamor, sehingga pengolahannya dan pemasarannya masih terbatas di beberapa sentra daerah.

Baca juga: Mengapa Pemerintah Hindia Belanda Melaksanakan Tanam Paksa?

Agar mendapatkan harga jual yang baik, petani disarankan terlebih dahulu mencari pasar sebelum melakukan penanaman tanaman porang (porang tanaman). Beberapa pengepul bahkan memberikan kontrak harga porang saat dipanen.

Kekurangan lainnya dalam budidaya porang, adalah tanaman porang lazimnya baru bisa dipanen umbinya setelah dua tahun saat umbi sudah cukup besar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com