KOMPASIANA---Kini kita semakin akrab dengan istilah "worklife balance" pada setiap perbincangan mengenai dunia pekerjaan.
Pasalnya, setiap ada permasalahan di tempat kerja, misalnya, sedikit banyaknya akan beririsan dengan kehidupan pribadi karyawan itu sendiri.
Oleh karena itu, keseimbangan dalam bekerja pada saat ini amat menuntut kemampuan seseorang karyawan dalam tanggungjawanya akan pekerjaan dan kehidupan sosialnya.
Akankah seorang karyawan justru sulit mencari keseimbangan tersebut?
1. "Polychronic Time" dan Kebiasaan Menghabiskan Waktu
Dalam bekerja, waktu merupakan aset yang berharga. Apapun profesi maupun jabatan kita, tulis Kompasianer Taura, waktu yang dimiliki dalam sehari adalah 24 jam.
Nah, akan tetapi, yang membedakan satu orang dengan orang lain dalam konteks pekerjaan misalnya, yaitu bagaimana setiap individu memanfaatkan waktu.
Mengutip catatan Antropolog, Kompasianer Taura menuliskan bahwa salah satu dari jenis pendekatan seseorang dalam memaknai waktu adalah mereka yang melihat waktu dari sisi Polychronic Time (P-Time).
"Orang yang bertipe ini (P-Time), cenderung melihat dan memanfaatkan waktu lebih santai di banding mereka yang meyakini pendekatan Monochronic time (M-Time)," tulisnya.
Akan tetapi, bagi mereka yang melihat dan meyakini konsep P-Time, selalu meyakini kalau hubungan antarmanusia merupakan inti dari kebiasaan P-Time. (Baca selengkapnya)
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.