JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kini tak lagi mengizinkan ekspor benih lobster (benur).
Kementerian yang berfokus pada sektor bahari ini fokus untuk membudidayakan lobster di dalam negeri, mengingat potensinya yang besar. KKP tak lagi ingin "memperkaya" Vietnam yang jadi pengekspor lobster terbesar di dunia.
"Vetnam sebagai pengekspor besar (lobster ukuran konsumsi) di dunia benihnya hampir 99 persen dari kita (Indonesia). Kenapa enggak kita yang (jadi pengekspor) terbesar?," ucap Plt Direktur Jenderal PSDKP KKP, dalam keterangannya kepada media, Kamis (15/4/2021).
Baca juga: Marak Penyelundupan Benih Lobster, Ada yang Dibungkus Kangkung
Pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal KKP ini mengungkap, Menteri KP Trenggono telah melarang ekspor benih lobster.
Keputusan ini berbeda dengan pendahulunya, Edhy Prabowo. Selain rawan kongkalikong, ekspor benur dinilai terlalu merugikan Indonesia yang punya laut membentang dari Sabang sampai Merauke.
"Jadi janganlah kita yang ngasih bahannya atau bibitnya. Biarin, biarin mereka (Vietnam) tahu. (Ekspor benur) akan terus dilarang dengan maksud untuk kita utamakan budidaya," papar Antam.
Kendati demikian Antam tak memungkiri, semakin banyak modus penyelundupan benih lobster ke luar negeri.
Tercatat sejak 23 Desember hingga 14 April 2021, ada 35 kasus penyelundupan dengan potensi kerugian Rp 210,08 miliar.
Baca juga: Resmikan Kapal VLCC, Erick Thohir Ingin Pertamina Kembali ke Masa Jayanya
"Dengan adanya pelarangan ini modusnya luar biasa sekarang. Mungkin harganya lebih tinggi karena jadinya barang haram. Jadi mereka (para penyelundup) lebih pintar," tutur Antam.
Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan KKP, Rina menambahkan, para penyelundup kerap memanfaatkan kelengahan petugas.
Mereka mencari tempat penangkapan benur yang jarang diawasi petugas. Mereka juga memilih pelabuhan tangkahan untuk pengeluaran, dan bekerja sama dengan oknum sehingga benur lebih mudah keluar.
Penyelundupan benur juga dibarengi dengan komoditas hasil perikanan lainnya, seperti kepiting, ikan hidup, ikan arwana, karang hias, lobster bertelur, kepiting undersize, hingga produk olahan perikanan tanpa izin.
"Kalau di bandara, mereka (masuk pemeriksaan) di menit-menit terakhir sehingga barang cepat naik, kita tidak bisa dengan cepat mengontrol. Kalau untuk produk perikanan memalsukan nomor registrasi dan lain-lain," ungkap Rina.
Baca juga: Garuda Buka Rental Simulator Pesawat, Berapa Tarifnya?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.