Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surplus Neraca Perdagangan Perlu Ditangani Hati-hati, Mengapa?

Kompas.com - 16/04/2021, 13:17 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia kembali mencatat suplus perdagangan pada bulan Maret 2021 dengan besaran mencapai 1,57 miliar dollar AS. Angkanya sejalan dengan konsensus pasar di kisaran 1,6 miliar dollar AS.

Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro menyebut, surplus pada bulan Maret 2021 harus diwaspadai.

Pertama, pertumbuhan volume sebetulnya lebih rendah daripada nilai komoditas tersebut. Artinya, ada kenaikan harga di tingkat produsen.

Baca juga: Untuk Ketiga Kalinya Berturut-turut, Neraca Perdagangan RI Kembali Surplus

"Kinerja ini lebih baik ditangani secara hati-hati (karena) pertumbuhan volume sebenarnya lebih rendah dari nilai, terutama untuk komoditas manufaktur seperti mesin industri (HS84) dan peralatan listrik (HS85)," kata Satria dalam laporannya, Jumat (16/4/2021).

Kedua, ekspor dan impor selalu melonjak sebelum Ramadhan, karena industri mengirim muatannya lebih dahulu untuk mengantisipasi libur panjang.

Menurut Satria, kinerja ekspor akan mendapat manfaat dari tren kenaikan harga komoditas dan pemulihan yang lebih kuat di negara-negara tujuan ekspor utamanya.

"Sementara itu, impor diperkirakan masih meningkat akibat tekanan inflasi dari kenaikan harga pelayaran global dan melonjaknya Indeks Harga Produsen (IHP) khususnya di China," ungkap dia.

Satria memproyeksi harga beberapa komoditas seperti batubara dan kelapa sawit akan terus meningkat, didukung oleh permintaan yang kuat dari China. Kenaikan masing-masing sebesar 15,2 persen dan 7,1 persen (year to date/ytd).

Pada bulan Maret saja, kinerja ekspor yang kuat didorong oleh komoditas minyak kelapa sawit karena kuatnya permintaan eksternal.

Baca juga: 100 Situs Perdagangan Berjangka Ilegal Diblokir Bappebti, Lagi-lagi Ada Binomo

Kemudian penggerak utama ekspor senilai 18,35 miliar dollar AS, datang dari produk manufaktur karena melonjaknya ekspor kelapa sawit, baja besi, dan produk kimia.

Ekspor komoditas yang lebih tinggi akan segera menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi bagi pemerintah (pendapatan pajak) dan rumah tangga (pekerja di sektor komoditas)," ungkap Satria.

Dia menuturkan, lonjakan impor yang sebesar 16,79 miliar dollar AS mencerminkan pemulihan ekonomi domestik.

Tercatat impor barang konsumsi naik 13,4 persen (yoy), seiring dengan meningkatnya pengiriman gula mentah (raw sugar) dari India dan susu dari Selandia Baru untuk mempersiapkan musim Ramadhan yang akan datang.

Pemulihan yang lebih kuat dalam aktivitas manufaktur telah mendorong impor bahan baku meningkat 25,8 persen (yoy) dan barang modal meningkat 33,7 persen (yoy).

"Kami menyoroti pertumbuhan dua digit impor pengiriman besi dan baja, peralatan mekanis, dan mesin listrik sebagai tanda pemulihan industri manufaktur," pungkas dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com