Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi Industri: Neraca Komoditas Harus Dievaluasi Rutin

Kompas.com - 21/04/2021, 13:42 WIB
Elsa Catriana,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Keberadaan neraca komoditas yang jadi dasar pemenuhan bahan baku bagi industri di Indonesia perlu dievaluasi secara berkala.

Evaluasi ini diperlukan untuk memastikan data yang valid jika terdapat temuan-temuan baru di lapangan.

Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi (FLAIFGR), Dwiatmoko Setiono mengatakan, sesungguhnya rencana pembentukan neraca komoditas bagus.

Baca juga: Tidak Dapat Pasokan Gula Rafinasi, Sejumlah Industri Mamin Tutup Operasi

Namun, satu hal yang penting menjadi perhatian adalah keberadaan data bahan baku yang valid.

“Sebelum membuat neraca, kita harus tentukan stok awal berapa dan stok akhir berapa,” ujar Dwiatmoko dalam siaran persnya, dikutip Kompas.com, Rabu (21/4/2021).

Menurut dia, seluruh pemangku kepentingan seperti kementerian/lembaga, termasuk pelaku usaha harus menyepakati data awal yang akan digunakan dalam neraca komoditas.

Apalagi, saat ini Indonesia masih dihadapkan kepada data-data yang tidak valid.

Dwiatmoko menilai, data yang tercatat di atas kertas seringkali berbeda dengan fakta di lapangan. Belum lagi ditemukannya kesamaan data.

Baca juga: Harga Komoditas Melandai, Simak Rekomendasi Saham Tambang Batu Bara

Selain itu, penyusunan neraca komoditas memerlukan penyamaan metode statistik agar tercipta kesatuan data.

Oleh karenanya, kejujuran seluruh pemangku kepentingan menjadi krusial dalam menyusun neraca komoditas yang kredibel dan akurat.

“Bisa saja data dalam neraca komoditas dibuat-buat untuk kepentingan beberapa pihak,” ungkap Dwiatmoko.

Dia mencontohkan, sejak tahun 2010 industri tidak boleh melakukan impor gula mentah/kasar (raw sugar) akibat kebijakan pembatasan importasi.

Secara konsep, kebijakan ini memang cukup bagus, kendati di lapangan justru merangsang pelaku usaha untuk berbuat curang.

Baca juga: Airlangga Sebut Kelapa Sawit Komoditas Paling Efisien Gunakan Lahan

Indonesia sendiri pernah menjadi negara pengekspor gula terbesar kedua di dunia.

Sayangnya, di tengah kebutuhan gula yang meningkat setiap tahunnya, kita tidak mampu mengatasi permasalahan kesejahteraan petani dan mendorong teknologi untuk produksi.

Lalu, ada juga berbagai pengetatan impor tersebut juga turut membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia.

Dwiatmoko menegaskan, jika ingin meningkatkan kuantitas dan kualitas gula di dalam negeri maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, d antaranya, meningkatkan produktivitas (yield) perkebunan tebu dan bibit bagi petani serta pembaharuan mesin dan teknologi di pabrik gula.

“Impor gula tidak akan bisa ditekan jika hal-hal tersebut tidak dilakukan,” tegas Dwiatmoko.

Baca juga: Pemerintah Beberkan 8 Strategi Pengembangan Komoditas Minerba Dalam Negeri

Sebelumnya, hal senada juga disampaikan Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Atong Soekirman.

Menurut dia, penyusunan neraca komoditas sebagai amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian harus mampu memberikan jaminan kepastian usaha.

Data ini juga harus disusun secara transparan, akuntabel, dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk dunia usaha.

Nantinya, neraca komoditas sangat terkait dengan keputusan impor bahan baku dan bahan penolong industri. Apalagi PP 28/2021 ini merupakan salah satu turunan Undang Undang Cipta Kerja.

"Selama ini penetapan impor bahan baku dan bahan penolong industri diambil berdasarkan rekomendasi dari kementerian teknis," kata Atong.

Baca juga: BPUM Cair, Pelaku UMKM Gunakan untuk Beli Bahan Baku

Atong menjelaskan, neraca komoditas yang ditetapkan dalam rapat setingkat menteri akan menentukan penerbitan perizinan usaha ekspor impor oleh kementerian/lembaga terkait.

"Saat menyusun neraca komoditas, kementerian/lembaga menyediakan data terkait kebutuhan ekspor impor, serta data pendukung pada sistem elektronik yang terintegrasi,” jelas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com