Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dradjad H Wibowo
Ekonom

Ekonom, Lektor Kepala Perbanas Institute, Ketua Pembina Sustainable Development Indonesia (SDI), Ketua Pendiri IFCC, dan Ketua Dewan Pakar PAN.

Pemulihan Ekonomi di Tengah Pandemi dan Krisis Iklim

Kompas.com - 28/04/2021, 20:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Krisis iklim

Pada 27 Januari 2021 Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menerbitkan Executive Order (EO) nomor 14008 berjudul Tackling the climate crisis at home and abroad. EO ini menempatkan krisis iklim di jantung kebijakan luar negeri dan keamanan nasional AS.

EO ini memberi penekanan terhadap transisi ke energi bersih, dekarbonisasi sektoral, pembiayaan yang sejalan dengan Kesepakatan Paris, dan secara khusus menyoroti pembiayaan batubara.

Baca juga: Baru Dilantik, Biden Langsung Bawa AS Kembali Ikuti Perjanjian Paris

Karena EO ini mengunci “pembiayaan oleh pelaku keuangan AS” dan “pembelian barang atau jasa oleh pemerintah AS”, luberan globalnya tidak bisa diabaikan.

Sebagai contoh, kita lihat sektor perbankan. Hingga April 2021, empat bank terbesar AS—yaitu JPMorgan Chase, Bank of America, Wells Fargo, dan Citigroup— ditambah dua bank besar lain yang menargetkan emisi karbon nol secara netto.

Meski tidak dalam waktu dekat, secara bertahap mereka akan meninggalkan batubara dan pembangkit listrik berbasis batubara. Sikap mereka ini biasanya diikuti oleh perbankan di luar AS.

Selain karena faktor imej kelestarian, mereka khawatir debiturnya terkena hambatan ekspor ke AS akibat isu iklim, sebagai ikutan dari EO yang dikeluarkan Biden.

Masalahnya, Indonesia jauh tertinggal dalam hal transisi ke energi bersih, dekarbonisasi sektoral, dan pembiayaan yang sejalan dengan Kesepakatan Paris.

Untuk energi, misalnya, Indonesia sangat tergantung pada batubara dan migas. Sebagai contoh, hingga 2020, pembangkit listrik berbahan bakar fosil di Indonesia mencapai 55.216 Mega Watt (87,4 persen), dengan batubara menyumbang 31.827 MW (50.4 persen).

Di sisi lain, ketergantungan swasta dan BUMN Indonesia, termasuk perbankan nasional, terhadap pembiayaan dari AS dan perbankan global ternyata cukup besar.

Hingga Februari 2021, AS memegang 31,37 miliar dollar AS atau 16,35 persen utang luar negeri swasta Indonesia, sementara outstanding pinjaman swasta dari perbankan global mencapai 96,75 miliar dollar  ASatau mendekati Rp 1.400 triliun.

Jika dianggap tidak serius bertransisi ke energi bersih, Indonesia berisiko terpukul dari dua sisi, yaitu sumber pembiayaan swasta dan ekspor.

Sustainability pays

Krisis iklim, atau lebih luas lagi isu kelestarian (sustainability), memang berdampak negatif bagi yang enggan bertransisi. Namun, dia menjadi peluang besar bagi yang mau menerapkannya. Contohnya adalah pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management – SFM).

Selama bertahun-tahun, perusahaan hutan tanaman industri (HTI) serta pulp and papers Indonesia menjadi sasaran kampanye global karena dicap sebagai pelaku deforestasi.

Akibatnya, korporasi seperti Disney, Mattel, Xerox, dan Woolworths sempat memboikot mereka. Ekspor perusahaan-perusahaan HTI serta pulp and papers Indonesia pun anjlok ke titik terendah senilai 4,98 miliar dollar AS pada 2016.

Sebagai respons, sejak dekade 2000-an, pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil bekerja keras memperbaiki kinerja SFM. Hasilnya, pada Desember 2014 perusahaan HTI mulai mendapatkan sertifikat SFM dari IFCC/PEFC.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BUMN Farmasi Ini Akui Tak Sanggup Bayar Gaji Karyawan Sejak Maret 2024

BUMN Farmasi Ini Akui Tak Sanggup Bayar Gaji Karyawan Sejak Maret 2024

Whats New
Cara Membuat Kartu Debit Mandiri Contactless

Cara Membuat Kartu Debit Mandiri Contactless

Work Smart
Rincian Lengkap Harga Emas 19 April 2024 di Pegadaian

Rincian Lengkap Harga Emas 19 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Kembali Tertekan, Nilai Tukar Rupiah Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS

Kembali Tertekan, Nilai Tukar Rupiah Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS

Whats New
Gencar Ekspansi, BUAH Bangun Cold Storage di Samarinda dan Pekanbaru

Gencar Ekspansi, BUAH Bangun Cold Storage di Samarinda dan Pekanbaru

Whats New
Harga Jagung Anjlok: Rombak Kelembagaan Rantai Pasok Pertanian

Harga Jagung Anjlok: Rombak Kelembagaan Rantai Pasok Pertanian

Whats New
Bandara Internasional Soekarno-Hatta Peringkat 28 Bandara Terbaik di Dunia

Bandara Internasional Soekarno-Hatta Peringkat 28 Bandara Terbaik di Dunia

Whats New
IHSG Ambles 1,07 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.266 Per Dollar AS

IHSG Ambles 1,07 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.266 Per Dollar AS

Whats New
Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Whats New
Voucer Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Voucer Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Earn Smart
Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Whats New
IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com