Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Menuju Indonesia National Space Agency

Kompas.com - 05/05/2021, 14:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

UDARA sebagai wilayah atau teritori dari sebuah negara, bukan sebagai zat sudah sejak lama dipandang sebagai sesuatu yang rawan dan bahkan sebagai titik lemah dalam perspektif National Security atau pertahanan keamanan negara.

Akan tetapi seiring dengan itu, maka wilayah udara, antariksa atau dirgantara (Air and Space) sudah lebih dari seabad yang lalu diantisipasi sebagai masa depan dari umat manusia. Air and Space adalah The Future of Mankind.

Titik lemah

Udara telah menunjukkan dirinya sebagai sebuah sarana yang memudahkan upaya untuk memenangkan perang. Sebagian besar peperangan yang berlangsung sepanjang sejarah umat manusia, dimenangkan melalui sarana udara.

Itu sebabnya banyak yang menganggap bahwa dalam sisi pertahanan keamanan negara, maka wilayah udara sebuah negara dipandang sebagai titik lemah yang dapat digunakan untuk menaklukkan sebuah negara.

Ketika Jerman hendak menaklukkan Kerajaan Inggris setelah berhasil menduduki Perancis, para ahli strategi perang Jerman memutuskan untuk menaklukkan Inggris melalui udara.

Hal itu diputuskan karena antara lain Jerman sangat paham sekali tentang kekuatan laut Kerajaan Inggris yang sangat terkenal seantero jagad dengan Jargon “Great Britain Rules the Waves”.

Terlepas dari kemudian Inggris dapat bertahan dan memenangkan pertempuran yang dikenal sebagai “ The Battle of Britain” itu, dalam hal ini wilayah udara memang dilihat oleh Jerman sebagai titik lemah dari pertahanan Inggris.

Para ahli strategi Jerman berpikir cara yang mudah untuk menduduki Inggris adalah melalui serangan udara.

Serangan udara Jepang terhadap pangkalan militer terbesar Amerika Serikat di Pasifik, Pearl Harbor dan pemboman Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki membuktikan betapa rawannya wilayah udara sebuah negara dari serangan musuh yang datang dari luar.

Tragedi 9/11 yang meruntuhkan The Twin Tower kebanggaan Amerika adalah contoh nyata lagi dari betapa amat sangat rawannya wilayah udara sebuah negara terhadap serangan lawan.

Peristiwa 9/11 bahkan telah membuka mata para pemikir tentang perang dan mereka yang mendalami mengenai National Security bahwa betapa lemahnya wilayah udara , tidak hanya dari serangan yang diantisipasi akan datang dari luar akan tetapi ternyata dapat pula datang dari dalam negeri sendiri.

Era perang dingin yang berlangsung 44 tahun sejak tahun 1947 hingga 1991 telah menghadirkan perlombaan senjata antara blok barat dan timur yang mengeksplorasi wilayah udara dan ruang angkasa.

Para ahli strategi perang NATO dan juga Blok Timur sangat menyadari tentang kerawanan wilayah udara masing-masing sebagai titik lemah yang dapat digunakan sebagai pintu masuk menaklukkan lawan.

Pada era inilah berkembang kecanggihan senjata yang dapat menyerang antar benua seperti ICBM – Intercontinental Ballistic Misile beserta sistem senjata lainnya yang Satellite Base Weapon Controlled.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com