Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Restrukturisasi Asuransi Jiwasraya, Pengamat: Negara Hadir Tapi Intimidatif

Kompas.com - 14/05/2021, 17:10 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dampak dari kasus fraud (kecurangan) di manajemen Asuransi Jiwasraya masih berlanjut. Para pemegang polis yang merasa dirugikan belum kunjung usai memperjuangkan hak-haknya.

Gugatan demi gugatan terus bergulir di meja hijau. Meski pemerintah sudah berupaya mencari jalan keluar, opsi itu dianggap masih merugikan pemilik polis dan tak mendengarkan suara pemilik polis.

Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo menilai, kehadiran negara untuk menangani kasus Asuransi Jiwasraya terkesan intimidatif. Hal ini tecermin dari opsi restrukturisasi yang diberikan.

Baca juga: Minta Negara Hadir di Kasus Jiwasraya, BPKN Kirim Surat ke Jokowi

Dalam penawaran, pemegang polis/kreditur diberikan waktu selama 30 hari kerja untuk memberikan persetujuan restrukturisasi. Bila setelah jangka waktu tersebut pemegang polis tidak menyampaikan persetujuannya, maka dianggap menyetujui restrukturisasi atau dengan istilah negative confirmation.

"Negara sudah hadir tapi bersifat intimidatif. Tidak menghormati perjanjian antara pemegang polis dengan penanggung yang dilindungi Hukum Perdata," kata Irvan kepada Kompas.com, Jumat (14/5/2021).

Kesepakatan yang memaksa itu tentu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, khususnya Pasal 1338 KUH Perdata.

Opsi restrukturisasi tidak bisa dilakukan sepihak oleh Jiwasraya, melainkan harus mendapat persetujuan dari kreditor termasuk pemegang polis. Dengan kata lain, perlu ada iktikad baik (utmost good faith) dalam setiap pengambilan keputusan.

"Bahwa perjanjian harus mengandung itikad baik dan asas kesepakatan, juga asas Pacta Sunt Servanda sesuai pasal 1320 KUH Perdata, serta asas kebebasan berkontrak," tutur Irvan.

Oleh karena itu, Irvan meminta pemerintah turut andil semaksimal mungkin untuk menegakkan hukum. Bila angkat tangan dan opsi restrukturisasi masih bersifat intimidatif, bukan tidak mungkin daftar gugatan semakin panjang.

Informasi saja, sampai saat ini terdapat 14 gugatan perkara Jiwasraya yang berlangsung, terdiri dari 12 Gugatan PMH/PKPU/PTUN di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta dan 2 perkara di PN Surabaya.

Baca juga: Kuasa Hukum: PKPU Jiwasraya Tak Perlu Izin OJK

"Negara harus menjaga keseimbangan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian. (Gugatan) berpotensi bertambah lagi karena ada hukum yang melindungi pemegang polis, tidak bisa berlaku sepihak/intimidatif," tandas Irvan.

Sebelumnya, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) juga meminta negara hadir dalam menangani kasus Asuransi Jiwasraya. Permintaan itu dituangkan dalam surat yang dikirim ke Presiden RI Joko Widodo.

BPKN juga merekomendasikan pemerintah untuk menjamin kepastian hukum dengan memberikan perlindungan kepada konsumen terkait hak-hak konsumen.

Hak yang dimaksud, antara lain hak kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa; serta hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi maupun penggantian bila barang/jasa yang diterima tidak sesuai perjanjian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com