Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Elon Musk hingga Menkeu AS Khawatir dengan Konsumsi Listrik Bitcoin, Mengapa?

Kompas.com - 15/05/2021, 06:30 WIB
Mutia Fauzia

Penulis

Sumber CNBC

NEW YORK, KOMPAS.com - CEO Tesla kembali membuat pasar mata uang kripto bergejolak setelah ia mengungga tweet mengenai keputusan perusahaannya menghentikan transaksi pembayaran atas pembelian mobil dengan bitcoin.

Setelah tweet ia unggah pada Kamis (14/5/2021), harga bitcoin pun langsung merosot tajam ke kisaran 45.700 dollar AS per keping atau sekitar Rp 648 juta (kurs Rp 14.200). Padahal, dalam beberapa pekan terakhir, harga bitcoin tengah stabil di kisaran 53.000 dollar AS per keping atau sekitar Rp 752,6 juta.

Harga bitcoin pun kian menjauhi rekor tertingginya yang sempat mencapai 64.804 dollar AS atau sekitar Rp 920 juta pada pertengahan April lalu. Setidaknya, akibat tweet tersebut valuasi dari bitcoin merosot hingga 365,85 miliar dollar AS.

Baca juga: Selain Bitcoin, Harga Ethereum dan Dogecoin Juga Anjlok

Dalam akun Twitternya Musk mengatakan, alasannya memutuskan untuk menghentikan pembelian Tesla dengan bitcoin lantaran terjadi peningkatan penggunan bahan bakar fosil untuk proses penambangan aset kripto tersebut.

Ia pun menautkan data peneliti dari Univesitas Cambridge yang menunjukkan lonjakan penggunaan listrik akibat proses penambangan bitcoin.

Namun demikian, Musk mengatakan, Tesla tak akan menjual bitcoin yang saat ini dimiliki oleh perusahaan. Untuk diketahui, saat ini produsen mobil listrik tersebut telah memiliki bitcoin senilai 2,5 miliar dollar AS.

Ia pun mengatakan bakal kembali menyediakan pilihan pembayaran degan bitcoin bila aset kripto tersebut telah bergeser menggunakan energi yang lebih berkelanjutan.

Konsumsi Listrik Bitcoin

Tak hanya Musk, sebelumnya Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen pernah mengungkapkan kekhawatiran yang sama. 

"Saya pikir bitcoin tidak digunakan secara luar sebagai sebuah mekanisme trasaksi," ujar Yellen dilansir dari CNBC beberapa waktu yang lalu.

“Dalam penggunaannya sejauh ini, saya khawatir kerap kali digunakan untuk keuangan gelap. Selain itu (bitcoin) tidak efisien untuk ditransaksikan, serta jumlah energi yang dikonsumsi untuk memproses transaksi tersebut sangat besar," jelas dia.

Baca juga: Ini Definisi dan Cara Menambang Bitcoin, Mau Coba?

Untuk memahami penggunaan energi atau konsumsi listrik dari bitcoin, perlu dipahami pula teknologi yang digunakan untuk menambangnya, yakni blockchain.

Dilansir dari CNBC, Sabtu (15/5/2021) transaksi bitcoin memiliki sistem yang terdesentralisasi. Artinya, ia tidak diatur oleh otoritas apapun. Catatan transaksi bitcoin pun terus diperbarui dengan jaringan komputer yang ada di seluruh dunia.

Para penambang bitcoin pun harus memiliki komputer khusus untuk menyelesaikan algoritma rumit agar transaksi bitcoin bisa terjadi. Itu satu-satunya cara untuk menambang bitcoin.

Penambang bitcoin pun tak bisa mendapatkan mata uang kripto tersebut secara gratis. Modal yang digelontorkan untuk mendapat perangkat khusus tersebut cukup besar.

Setelah menyelesaikan algoritma rumit tersebut, baru para penambang akan mendapatkan beberapa keping bitcoin.

Pertimbangan mengenai konsumsi listrik bitcoin serta dampak lingkungannya sebenarnya cukup rumit. 

Baca juga: Mengenal Shiba Inu, Aset Kripto yang Diciptakan Untuk Saingi Dogecoin

Namun, salah satu hal yang perlu dipertimbangkan yakni 75 persen proses penambangan bitcoin dilakukan di China. Sebab, di sana harga listrik cenderung murah dan dekat dengan akses produsen perangkat keras yang dibutuhkan untuk melakukan proses penambangan. Pembangkit listrik di China pun sebagian besar masih menggunakan batu bara.

Studi yang dilakukan oleh para peneliti China dan dikutip oleh CNBC tersebut menunjukkan, jejak karbon bitcoin di China setara dengan yang ada di 10 kota besar sekaligus.

Perbandingan data konsumsi listrik bitcoin dengan beberapa negara.KOMPAS.com/MUTIA FAUZIA Perbandingan data konsumsi listrik bitcoin dengan beberapa negara.

Data Cambridge Bitcoin Electricity Consumption Index dari Universitas Cambridge pun menunjukkan, konsumsi listrik bitcoin mencapai 151,16 terrawatt-hour (TwH) dalam setahun.

Jumlah tersebut lebih tinggi ketimbang konsumsi listrik Malaysia dan Mesir dalam setahun.

Namun di sisi lain, pihak industri kripto pun mengklaim para penambang diberi insentif untuk melakukan penambangan dengan sumber energi terbarukan.

Sebelumnya bulan lalu, perusahaan fintech pendiri Twitter Jack Dorsey, Square mengeluarkan memo yang mengklaim bitcoin benar-benar akan mendorong inovasi energi terbarukan. Namun, para kritikus mengatakan mereka memiliki kepentingan pribadi di balik memo tersebut.

Baca juga: Peringatan Elon Musk Soal Mata Uang Kripto: Menjanjikan tapi Hati-hati

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber CNBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com