Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Digugat Keluarga Korban Sriwijaya SJ 182, Ini Sejarah Buruk Autothrottle Boeing 737

Kompas.com - 21/05/2021, 10:19 WIB
Yohana Artha Uly,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air Flight SJ 182 mengugat Boeing ke Pengadilan Tinggi King County di Negara Bagian Washington, Amerika Serikat.

Sebanyak 16 keluarga korban telah resmi mendaftarkan gugatan melalui Herrmann Law Group, firma hukum asal Amerika Serikat (AS). Jumlah itu pun diyakini akan bertambah kedepannya.

Gugatan tersebut menuduh Boeing gagal memperingatkan maskapai penerbangan dan pengguna lainnya tentang cacat pada throttle otomatis (autothrottle) dan bahayanya memarkir pesawat selama beberapa bulan.

Seperti diketahui, penerbangan Sriwijaya Air Flight SJ 182 yang jatuh di Laut Jawa menggunakan pesawat Boeing 737-500. Pesawat tersebut telah diparkir selama sembilan bulan selama pandemi.

Baca juga: Lumpur Jadi Salah Satu Kendala dalam Pencarian CVR Sriwijaya Air SJ182

Pengacara Utama Kasus Herrmann Law Group Mark Lindquist mengatakan, sebagai produsen pesawat, Boeing punya kewajiban berkelanjutan untuk memperingatkan dan menginstruksikan maskapai penerbangan tentang bahaya yang diketahui atau perlu diketahui terkait pesawat tersebut.

Terlebih pada 2020, Federal Aviation Administration (FAA) memperingatkan maskapai penerbangan dan produsen bahwa memarkir pesawat selama lebih dari tujuh hari dapat mengakibatkan korosi dan masalah lainnya yang berkaitan.

"Ini adalah masalah keamanan bagi seluruh dunia," kata Lindquist dalam konferensi pers di Hotel Fairmont, Kamis (20/5/2021).

Keyakinan terkait kesalahan yang dilakukan Boeing, menurut Lindquist, diperkuat dengan adanya temuan baru FAA baru-baru ini. Regulator penerbangan AS itu menerbitkan Airworthiness Notification untuk pesawat Boeing 737-300, 400, dan 500.

Pemberitahuan tersebut dikeluarkan berdasarkan informasi yang dipelajari dalam penyelidikan kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182. Pada pemberitahuan diyatakan ada kondisi tidak aman di pesawat.

FAA menemukan bahwa kegagalan kabel syncho flap mungkin tidak terdeteksi oleh komputer auto-throttle. Kecacatan ini dapat mengakibatkan hilangnya kendali atas pesawat.

"Ada lebih dari 1.000 pesawat Boeing 737 terbang di seluruh dunia dan FAA mengakui ada kondisi yang tidak aman terkait dengan komputer autothrottle tersebut,” ujar Lindquist.

Sebagai informasi, throttle adalah tuas untuk mengatur tenaga yang dikeluarkan mesin di pesawat, tempatnya berada di tengah kokpit antara kursi pilot dan kopilot.

Jika pesawat dalam posisi menggunakan mode autothrottle, artinya besaran tenaga yang dikeluarkan mesin diatur oleh komputer di pesawat.

Baca juga: Jasa Raharja Telah Cairkan Santunan ke 4 Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182

Maka saat autothrottle dipasang, komputer pesawat akan mengatur besaran keluaran daya mesin yang dibutuhkan. Pada pesawat Boeing, tuas throttle akan bergerak sendiri maju-mundur menyesuaikan komputer.

Dalam catatan Herrmann Law Group ada beberapa sejarah buruk terkait autothrottle pada pesawat Boeing 737.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com