Pada tahun 2000, FAA menyadari adanya kecacatan dan memerintahkan operator pesawat 737 untuk mengganti komputer autothrottle setelah adanya laporan daya dorong yang tidak seimbang.
Lalu enam tahun kemudian, dalam dua penerbangan terpisah, autothrottle pada pesawat 737 secara misterius alami kegagalan, saat pesawat mendekati bandara untuk mendarat. Dalam kedua kasus tersebut, pilot dapat memulihkan keadaan dan terhindar dari kecelakaan.
Namun pada tahun 2009, sebuah Boeing 737-800 milik Turkish Airlines jatuh saat mendekati Bandara Amsterdam ketika throttle otomatis tidak berfungsi. Insiden itu membuat sembilan penumpang tewas.
Pada kasus Boeing lainnya, sebuah pesawat Boeing 777 miliki Asiana Airlines jatuh saat mendekati Bandara Internasional San Francisco ketika throttle otomatis gagal mempertahankan kecepatan. Tiga penumpang tewas dan ratusan lainnya luka-luka dalam kecelakaan yang terjadi di 6 Juli 2013 tersebut.
Dewan Transportasi dan Keselamatan Nasional di AS dalam penyelidikannya menemukan bahwa Boeing gagal memberikan peringatan dan instruksi yang jelas mengenai throttle otomatis.
Adapun Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia (KNKT) sempat mengungkapkan, bahwa pada hari-hari menjelang penerbangan fatal Sriwijaya Air SJ 182, pilot melaporkan adanya masalah dengan throttle otomatis.
Investigasi awal oleh KNKT menunjukkan adanya dorongan asimetris dari mesin sebelum SJ 182 menukik fatal. Secara spesifik, throttle kiri berkurang sementara throttle kanan tidak.
Laporan awal KNKT menunjukkan bahwa gaya dorong asimetris membuat pesawat terguling dan menukik. Pesawat menukik lebih dari 3.000 meter dalam waktu kurang dari satu menit.
Baca juga: Sepanjang 2020, Boeing Hanya Kirim 157 Pesawat, Rekor Terburuk Dalam 40 Tahun
Di sisi lain, FAA memang menyatakan masih kecil kemungkinan kecelakaan itu terjadi karena akibat langsung dari kegagalan kabel syncho flap terhadap autothrottle. Sehingga masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan penyebab kecelakaan.
Saat ini baik perekam data penerbangan (FDR) dan perekam suara kokpit (CVR) telah didapatkan dan sedang dianalisis oleh KNKT untuk mengetahui penyebab pasti kecelakaan.
Kendati demikian, Lindquist meyakini, seiring dengan berjalannya proses penyelidikan kedepannya, akan ada cukup bukti yang semakin memperkuat kesalahan Boeing.
"Ini penyelidikan pada tahap awal, tapi kami memiliki bukti cukup bahwa Boeing bersalah. Setelah penyelidikan berjalan kami akan mendapatkan bukti lainnya. Itu belum final, yang pastinya kami akan memonitor hasil KNKT, kami juga melakukan penyelidikan sendiri," jelas Lindquist.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.