Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Dilema Maskapai Pembawa Bendera

Kompas.com - 22/05/2021, 12:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA umumnya atau sebagian besar negara–negara di dunia memiliki Maskapai Penerbangan Pembawa Bendera yang sekaligus bertugas sebagai “Duta Bangsa”. Sekilas maka Maskapai Pembawa Bendera sangat masuk akal menjadi sebuah maskapai yang sangat mudah memperoleh keuntungan finansial dari pengoperasiannya.

Mulai dari tentu saja modal yang diperoleh dari Kas Negara sampai dengan aturan aturan yang sangat mudah untuk di atur keberpihakannya bagi kepentingan “bisnis” di lapangan. Prioritas dan peruntukkan angkutan barang dan penumpang akan sangat sejalan dengan kebutuhan pergerakan barang dan orang yang berkait dengan tata kelola adminstrasi dan dukungan logistik penyelenggara negara.

Intinya, sangat tidak masuk akal bila sampai terjadi Maskapai Penerbangan Pembawa Bendera akan menderita kerugian.

Bagaimana realita yang terjadi di lapangan dalam praktik kesehariannya tentu saja tidak selalu sinkron dengan hitung-hitungan diatas kertas.

Baca juga: Garuda Indonesia Tawarkan Pensiun Dini

Dua dekade belakangan ini justru terlihat bagaimana maskapai pembawa bendera yang berhadapan dengan kesulitan besar dan nyaris bangkrut. Tentu saja Sang Kambing Hitam dalam hal ini adalah pandemi Covid-19 yang tengah merajalela di seantero jagad.

Maskapai penerbangan Singapore Airlines melaporkan kerugian senilai 3,46 miliar dollar Singapura atau 2,57 miliar dollar AS hingga September 2020. Angka itu setara dengan Rp 36,49 triliun (kurs Rp 14.200).

Perseroan menyebut kerugian itu disebabkan pandemi Covid-19 yang terus mengikis permintaan perjalanan rute internasional. Selama 3 bulan terakhir, maskapai telah mengalami kerugian senilai 2,34 miliar dollar Singapura. Penghasilan itu merupakan yang terburuk secara kuartalan selama maskapai berdiri.(Dikutip dari Kompas.com)

Berikutnya adalah, salah satu maskapai penerbangan tertua di Asia, Philippine Airlines yang dilaporkan berencana mengurangi armadanya dan mengajukan restrukturisasi kebangkrutan akibat pandemi Covid-19 yang tengah berlangsung.

Philippine Airlines telah melaporkan kerugian sejak 2017. Untuk periode Januari-September 2020, mereka membukukan kerugian sebesar 29 miliar peso (605 juta dollar AS). Belum diketahui bagaimana hasil setahun penuh di tahun 2020 dan laporan keuangan untuk kuartal pertama 2021. (Aero Time News)

Maskapai Penerbangan Thailand, Thai Airways juga telah melaporkan kerugian bahkan sejak tahun 2013 yang mengakibatkan kekurangan modal dan kekurangan likuiditas keuangan. Pada tahun 2020, maskapai ini mengalami rekor kerugian 141 miliar baht (4,6 miliar dollar AS) di tengah pandemi yang sedang berlangsung.

Konon kabarnya Thai Airways tengah dalam proses menuju “kebangkrutan” walau masih terlihat jurus jurus penyelamatan yang tengah di upayakan pihak manajemen dan pemerintah Thailand.

Baca juga: Paling Terpukul di Asia, Singapore Airlines Rugi Rp 36,49 Triliun akibat Covid-19

Bagaimana kabarnya Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia?

Sudah sejak beberapa waktu sebelum pandemi merebak, diketahui Maskapai penerbangan Garuda tengah menghadapi kesulitan keuangan yang ditandai juga dengan ritual bongkar pasang jajaran manajemen dalam kurun beberapa tahun belakangan.

Di tengah turbulensi pandemi Covid -9, manajamen Garuda tampak berusaha keras untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Setidaknya sudah terlihat gebrakan manajemen di awal awal pandemi Covid-19 dengan mempromosikan HEPA dalam kabin pesawat Garuda yang akan menjamin keamanan para penumpang dari kemungkinan tertular Covid.

Disusul kemudian dengan mendandani pesawat terbang Garuda dengan “masker” pada moncong pesawat dan terakhir diumumkannya bahwa seluruh awak pesawat Garuda yang melayani penumpang sudah menjalani vaksin Covid-19.

Sampai sejauh mana Garuda dapat bertahan dan keluar dari kesulitan keuangannya dalam menghadapi tantangan berat covid 19 , masih belum dan cukup sulit untuk dapat diramalkan.

Seluruh rakyat Indonesia tentu saja berharap Maskapai Pembawa Bendera Garuda Indonesia dapat segera keluar dari kesulitan ini.

Dilemanya adalah di tengah turun drastis nya arus penumpang yang bepergian, jadwal penerbangan harus tetap dilaksanakan walau dengan mengurangi frekuensinya. Demikian pula yang terjadi dengan ongkos pemeliharaan, pengoperasian pesawat terbang, biaya sewa dan gaji karyawan serta pengeluaran rutin perusahaan tetap harus dikeluarkan.

Dilema yang dihadapi oleh hampir semua Maskapai Penerbangan Pembawa Bendera dan juga maskapai penerbangan pada umumnya di seluruh dunia.

Sudah ada beberapa maskapai penerbangan yang gulung tikar dan tidak sedikit pula yang sudah memangkas biaya operasi dengan antara lain melakukan PHK dalam jumlah yang cukup signifikan, namun perbaikan belum juga kunjung dapat diraih.

Harapan masih terlihat dengan beberapa peluang bagi penerbangan angkutan barang dan juga bagi beberapa moda penerbangan charter.

Mudah-mudahan pandemi Covid-19 dapat cepat berlalu, dan bisnis penerbangan akan dapat kembali normal, terutama bagi Maskapai pembawa bendera sebagai Duta Bangsa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com