Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Terealisasi, Tax Amnesty Jilid II Dinilai Bikin Blunder Penerimaan Negara

Kompas.com - 23/05/2021, 12:42 WIB
Yohana Artha Uly,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, rencana pemerintah menerapkan pengampuan pajak atau tax amnesty jilid II untuk menaikkan penerimaan negara, malah akan berdampak negatif pada ekonomi nasional.

Ia mengatakan, kepercayaan pembayar pajak bisa turun karena tax amnesty sudah pernah dilakukan pada 2016-2017 lalu. Terlebih, pemerintah sudah berjanji tax amnesty hanya akan diberikan satu kali.

Setelah periode tax amnesty selesai langkah selanjutnya adalah penegakan aturan perpajakan, bukan memberikan pengampunan lagi.

Baca juga: Sederet Pajak yang Diubah Pemerintah, Mulai dari PPN hingga PPh Pribadi

Munculnya wacana tax amnesty jilid ke II dinilai akan menggangu psikologi pembayar pajak yang malah bakal pilih untuk menunggu tax amnesty jilid berikutnya.

"Ya buat apa patuh pajak, pasti ada tax amnesty berikutnya. Ini blunder ke penerimaan negara," ujar Bhima dalam keterangannya, Minggu (23/5/2021).

Di sisi lain, tax amnesty pun tidak terbukti meningkatkan penerimaan pajak jangka panjang. Bhima bilang, itu tercermin dari rasio pajak yang terus menurun sepanjang periode 2018-2020 hingga mencapai 8,3 persen.

"Rasio penerimaan pajak terhadap PDB bukannya naik malah melorot terus. Berarti ada yang tidak beres dengan tax amnesty," kata dia.

Pemberian tax amnesty juga rawan digunakan untuk pencucian uang lintas negara. Atas nama pengampunan pajak, perusahaan yang melakukan kejahatan keuangan bisa memasukkan uang ke Indonesia.

"Terlebih saat ini rawan pencucian uang dari kejahatan korupsi selama pandemi Covid-19," imbunya.

Bhima mengatakan, pemerintah seharusnya melakukan kebijakan untuk mengejar wajib pajak yang tidak ikut tax amnesty lima tahun lalu, bukan malah memberikan kesempatan kedua.

Baca juga: Mengenal Arti Tax Amnesty dan Tujuannya

Mengingat data tax amnesty jilid I sudah lengkap, selain itu pemerintah juga punya data Pertukaran Pajak antar Negara (AEOI) dan dokumen internasional Panama Papers hingga Fincen Papers.

"Idealnya dari database yang sudah ada dikejar para pengemplang pajak, bukan memberikan pengampunan berikutnya. Ini menunjukkan arah kebijakan fiskal yang gagal," kata Bhima.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah segera membahas aturan tax amnesty terbaru.

Kebijakan pengampunan pajak tersebut masuk dalam materi pembahasan di Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Meski sudah diwacanakan, pemerintah akan memperhatikan situasi perekonomian nasional untuk menentukan kebijakan tax amnesty. Untuk itu, dia menekankan, keputusan final akan menunggu beberapa pembahasan di DPR.

"Di dalamnya ada terkait dengan carbon tax dan ada terkait dengan pengampunan pajak (tax amnesty). Jadi ada beberapa hal yang akan dibahas," ujar Menko Airlangga dalam acara halalbihalal secara virtual, Rabu (19/5/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com