Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Sebut Masih Ada Potensi Kenaikan Covid-19 Saat Liburan, Beban Ekonomi Makin Berat

Kompas.com - 31/05/2021, 15:44 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, ancaman peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia belum selesai.

Setelah melalui masa libur Lebaran beberapa waktu lalu, sebentar lagi muncul momen libur anak sekolah yang berpotensi memicu kenaikan kasus Covid-19.

"Kita sudah selesai Idul Fitri, dampaknya baru terasa sekarang. Sebentar lagi masuk liburan anak-anak sekolah. Ini juga akan menimbulkan another dynamic," kata Sri Mulyani dalam Rapat Banggar, Senin (31/5/2021).

Baca juga: Sri Mulyani Waspadai Lonjakan Harga Minyak Dunia

Bendahara negara ini mengungkapkan, masa libur Lebaran saja sudah memicu kenaikan kasus Covid-19 dalam 4 hari terakhir.

Tercatat hingga 28 Mei 2021, total kasus Covid-19 di RI mencapai 1,8 juta.

Tingkat kesembuhan mencapai 94 persen, tingkat meninggal 2,8 persen, dan kasus aktif saat ini 98.704 kasus.

Jumlah keterisian tempat tidur di Wisma Atlet Kemayoran pun sudah melonjak dari 15 persen.

Saat ini, rasionya mendekati 30 persen, melonjak 2 kali lipat dalam 4 hari terakhir.

Baca juga: Sri Mulyani Beberkan Strategi 4K di Hadapan DPR

"Ini adalah dinamika yang terus-menerus harus kita lihat dan waspadai karena selalu terjadi korelasi negatif. Begitu  Covid-19 naik, maka mobilitas langsung menurun, itu dampaknya kepada konsumsi," beber Sri Mulyani.

Ancaman makin diperparah ketika masyarakat lebih longgar dalam menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

Apalagi, kecepatan vaksinasi yang ditargetkan pemerintah belum mencapai titik yang diinginkan.

Akibatnya, konsumsi masyarakat bisa kembali anjlok dan beban APBN sebagai instrumen utama yang menjalankan countercyclical jadi lebih berat.

"Kecepatan dari vaksinasi kita belum secepat yang kita bayangkan, yaitu target 1 juta (dosis) per hari, saat ini masih di bawah tingkat tersebut. Untuk bisa mendorong konsumsi tumbuh di atas 5 persen tanpa menimbulkan kenaikan Covid-29 adalah tantangan," sebut Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani Pede Ekonomi RI Tumbuh 5,2-5,8 Persen pada 2022, Ini Alasannya

Dari sisi global, masih adanya ketidakpastian akibat munculnya varian baru Covid-19, maupun kenaikan jumlah kasus di negara lain termasuk Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Risiko lainnya adalah akses dan kecepatan vaksinasi yang tidak merata di seluruh dunia, kecenderungan proteksionisme, dan pertumbuhan dari berbagai negara di kuartal I 2021 masih negatif.

"Ini menggambarkan pemulihan ekonomi tidak secepat yang dibayangkan. Hal lain yang perlu Kita waspadai adalah dari sisi inflasi yang terjadi di Amerika Serikat yang mencapai 4,2 persen di bulan April. Ini menimbulkan dinamika kemungkinan terjadinya pengetatan kebijakan moneter dengan dampak seperti tapper tantrum tahun 2013," pungkas Sri Mulyani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

Whats New
Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Whats New
Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com