Kualitas pekerja yang bagus memberikan dampak positif bagi lingkungan lokal. Bukan tidak mungkin membantu pula mendatangkan investasi di masa depan.
Kedua, jangan dilupakan dampak negatif polah tingkah para pekerja asing, yang walaupun bekerja digital, tetap saja berhubungan langsung dengan masyarakat setempat.
Kasus beberapa turis asing, yang bisa jadi bagian dari pengembara digital membuat "ulah" dan keresahan di Bali dan berujung deportasi, menjadi pelajaran berharga.
Ketiga, friksi budaya antara pekerja asing dengan masyarakat lokal tidak boleh dikesampingkan.
Tidak semua penduduk lokal bersedia menerima keberagaman budaya dan kebiasaan dari warga asing bekerja di sekitar mereka.
Masih banyak tantangan untuk menjadikan destinasi sebagai tempat favorit para pengembara digital.
Baca juga: Terungkap, Alasan Luhut Minta PNS Pusat Kerja dari Bali
Ide work form Bali bagi ASN, pengusaha dan profesional, mungkin berbeda perspektif dengan tren yang sebelumnya telah terjadi, karena mereka bukan pengembara digital.
Sebagai upaya membantu pemulihan pariwisata, "imbauan" ini sah-sah saja, walau tersembul pertanyaan, apakah jenis pekerjaan telah sesuai, mengingat "gaya hidup pengembara digital" lebih sesuai dengan para pekerja kreatif atau yang menjadikan kreatifitas sebagai motor utama.
Akhirnya, work from Bali yang sejati, harus dipandang sebagai perubahan gaya hidup, tidak semata memindahkan tempat bekerja.
Apakah para pegawai dan profesional yang terbiasa bekerja konvensional sudah siap?
Jangan sampai begitu tiba di destinasi, fokus dan konsentrasi buyar, karena suasana libur lebih kuat daripada bekerja.
Selamat berlibur, eh, bekerja.
Franky Selamat
Dosen tetap Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara