Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utang Bisa Bertambah Rp 1 Triliun Tiap Bulan, Ini Sederet Ikhtiar Penyelamatan Garuda

Kompas.com - 03/06/2021, 08:46 WIB
Yohana Artha Uly,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi finansial PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tengah terpuruk akibat rendahnya tingkat keterisian penumpang selama pandemi Covid.

Utang perseroan pun menumpuk hingga mencapai Rp 70 triliun dan diperkirakan terus bertambah Rp 1 triliun tiap bulannya.

Berbagai upaya pun dilakukan untuk penanganan maskapai penerbangan nasional (national flag carrier) tersebut.

Baca juga: Kondisi Keuangan Semakin Memprihatinkan, Dewan Komisaris Garuda Minta Tak Digaji

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, industri penerbangan dalam negeri memang tengah sulit. Hal itu tecermin dari kapasitas bandara yang rata-rata hanya terisi 15 persen atau paling tinggi pernah terisi 32 persen. Kondisi ini tentu berdampak pada Garuda Indonesia.

"Terkait hal ini tentu kita enggak boleh menutup diri atau berdiam diri, kita harus melakukan terobosan, perbaikan, tidak mungkin didiamkan," ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (2/6/2021).

Ia mengaku, saat ini pemerintah memang tengah mengkaji 4 opsi atau tahapan dari upaya penyehatan Garuda Indonesia. Terdiri dari, opsi pertama yakni pemerintah terus mendukung dengan memberikan pinjaman atau suntikan ekuitas ke perseroan.

Kedua, menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi kewajiban Garuda Indonesia, mencakup utang, sewa, dan kontrak kerja. Ketiga, merestrukturisasi Garuda Indonesia dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru yang berfokus pada penerbangan domestik.

Serta keempat, Garuda Indonesia dilikuidasi dan sektor swasta dibiarkan mengisi kekosongan, maka pemerintah akan mendorong sektor swasta untuk meningkatkan layanan, misalnya dengan memberi pajak bandara atau subsidi rute yang lebih rendah.

Terkait empat opsi itu, Erick enggan menjelaskan lebih lanjut, namun ia memastikan salah satu opsi yang akan dilakukan adalah bernegosiasi kembali dengan lessor atau pihak pemberi sewa pesawat Garuda Indonesia.

Baca juga: Terlilit Utang Rp 70 Triliun, Apa Saja Strategi Garuda Indonesia untuk Bertahan?

"Nah kita harus negosiasi ulang dan ini yang sedang dijajaki, opsi satu, dua, tiga, dan empat. Ahamdullilah, selalu ada jalan keluar," kata Erick.

Selain itu, akan dilakukan perubahan model bisnis maskapai Garuda Indonesia yakni dengan fokus pada penerbangan domestik, bukan internasional.

Erick juga akan mendorong anak usahanya, Citilink, untuk mulai melupakan bisnis penerbangan internasional.

Ia mengatakan, fokus bisnis ini sebenarnya sudah dibicarakan langsung dengan direksi Garuda sejak jauh hari, bahkan sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Terlebih di masa kini ketika sudah sangat terimbas pandemi.

"Jadi salah satu yang kami fokuskan ke depan, Garuda dan Citilink akan fokus kepada domestik market, bukan internasional market," ungkapnya.

Fokus Pasar Domestik 

Menurut Erick, selain sebagai upaya untuk meringankan beban finansial perusahaan, fokus pada penerbangan domestik juga didasari oleh data kepariwisataan nasional. Ia bilang, total wisatawan sebelum masa pandemi 78 persen merupakan turis domestik.

Kegiatan ekonomi dari turis domestik itu bahkan menghasilkan nilai Rp 1.400 triliun. Sementara porsi dari turis asing hanya 22 persen dengan nilai ekonominya sebesar Rp 300 triliun.

Baca juga: Erick Thohir: Garuda Indonesia Akan Fokus ke Penerbangan Domestik

Pangsa pasar domestik sendiri, lanjutnya, punya potensi yang besar mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan. Lantaran salah satu akses untuk bisa melakukan perjalanan antar pulau adalah dengan penerbangan.

Kondisi itu tentu berbeda dengan negara seperti Singapura, Qatar, dan Uni Emirat Arab yang bukan kepulauan sehingga sulit mendorong penerbangan domestiknya. Maka, potensi ini yang perlu dimanfaatkan Garuda Indonesia.

"Harapannya ada, karena kita negara kepulauan, dan domestik market kita kuat. Kita beda dengan mereka (negara-negara bukan kepulauan), mau terbang kemana mereka, tapi kalau kita punya potensi, cuma harus perbaiki bisnis model pasca pandemi," jelas Erick.

Pangkas jumlah komisaris Garuda Indonesia

Selain melakukan negosiasi dengan pihak lessor dan mengubah model bisnis, penyelamatan Garuda Indonesia juga bakal dilakukan Erick dengan memangkas jumlah komisaris. Hal ini menindaklanjuti usul Anggota Dewan Komisaris Garuda Indonesia Peter Gontha.

Dalam surat kepada Direktur Keuangan Garuda Indonesia Prasetio bertanggal 2 Juni 2021, Peter minta memberhentikan pembayaran gaji dewan komisaris sampai rapat pemegang saham mendatang untuk meringankan beban perusahaan.

"Saya rasa yang diusulkan Pak Peter sangat bagus, bahkan saya ingin usulkan, kalau bisa komisaris Garuda Indonesia 2 atau 3 saja," ujarnya.

Menurutnya, ketika perusahaan berusaha untuk melakukan efisiensi dengan menawarkan pensiun dini kepada karyawan, maka langkah efisiensi perlu juga dilakukan di jajaran atas, seperti komisaris. Adapun saat ini anggota dewan komisaris Garuda Indonesia berjumlah lima orang.

Erick mengatakan, butuh waktu setidaknya dua minggu untuk memproses pengurangan jumlah komisaris Garuda Indonesia. Selain itu, harus melalui tahap Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mengingat maskapai pelat merah ini juga merupakan perusahaan terbuka.

"Jangan yang tadi misalnya ada pensiun dini tapi komisarisnya enggak dikurangin. Nah nanti kita akan kurangi, kecilin jumlahnya, itu bagian dari efisiensi, jadi benar-benar mencerminkan (upaya dari) komisaris dan direksi Garuda," jelas dia.

Pertemuan Garuda Indonesia dengan DPR

Di sisi lain, pertemuan dilakukan oleh Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel dengan Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio. Pertemuan dimaksudkan untuk berdiskusi dan mengetahui sejauh mana langkah yang sudah ditempuh manajemen perusahaan untuk menangani krisis keuangan.

Gobel bilang, dari pertemuan tersebut dirinya mendapatkan banyak informasi mengenai kesulitan yang dialami Garuda Indonesia saat ini. Ia berharap likuidasi menjadi opsi terakhir dalam penanganan permasalahan perusahaan maskapai tersebut.

Baca juga: Rachmat Gobel Harap Likuidasi Jadi Opsi Terakhir Selamatkan Garuda Indonesia

Dia juga memastikan akan mendukung langkah manajemen dalam upaya menyehatkan kembali Garuda Indonesia. "Tentu kami harapkan likuidasi jadi solusi terakhir dan kami tidak mengharapkan hal itu. Saya percaya manajemen bisa mencari solusinya," ujar Gobel.

Sementara itu, Prasetio mengatakan, pihaknya saat ini tengah menyiapkan beberapa skema restrukturisasi untuk menangani persoalan perseroan. Skema itu disiapkan melalui koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait, termasuk pula dengan para pemegang saham dwi warna.

"Opsi-opsi penyelamatan, saya rasa, kami mempersiapkan konsolidasi, restrukturisasi, efisiensi, dan transformasi Garuda ke depan," ungkapnya.

Prasetio mengaku, pihaknya terus melakukan kajian terhadap keempat opsi penyelamatan Garuda Indonesia yang disampaikan oleh Kementerian BUMN. Menurutnya, ada kemungkinan empat opsi tersebut digabung atau dipilih salah satunya.

Oleh sebab itu, dia meminta publik untuk bersabar terkait keputusan yang akan diambil manajemen Garuda Indonesia ke depannya.

"Bisa saja, saat ini sedang dikaji secara mendalam, secara hati-hati dan secara seksama bersama Kementerian BUMN. Opsi mana yang akan dipilih, saya rasa pasti nanti akan memberikan yang terbaik buat Garuda, itu yang penting," jelas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Spend Smart
Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Whats New
Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Work Smart
PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

Whats New
Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com