Oleh sebab itu, saat ini pihaknya tengah dalam proses penunjukan konsultan hukum dan keuangan untuk memulai proses restrukturisasi.
Sebab, Garuda Indonesia memang membutuhkan moratorium atau penundaan pembayaran utang dalam waktu dekat.
Langkah moratorium harus diambil karena kas keuangan maskapai pelat merah ini akan segera habis dalam waktu dekat jika harus terus membayarkan tagihan seperti biasanya.
Baca juga: Garuda Indonesia dan Sengkarut Problematika di Dalamnya
"Memang harus segera untuk mulai melakukan moratorium atau stand still dalam waktu dekat. Karena tanpa moratorium, maka kasnya akan habis dalam waktu yang sangat pendek sekali," ungkap Tiko.
Ia menambahkan, masalah keuangan Garuda Indonesia ini sudah terjadi sejak lama yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Utamanya, karena terlalu tingginya beban biaya penyewaan pesawat dari lessor yang melebihi biaya wajar.
Kemudian, jenis pesawat yang digunakan terlalu banyak yaitu mulai dari Boeing 737-777, A320, A330, ATR, hingga Bombardier sehingga efisiensi menjadi bermasalah.
Serta, faktor banyaknya rute penerbangan Garuda Indonesia yang justru tidak menguntungkan.
Baca juga: Rachmat Gobel Harap Likuidasi Jadi Opsi Terakhir Selamatkan Garuda Indonesia
"Seperti penerbangan di dalam negeri sebelum Covid-19, itu pada tahun 2019 untung tapi yang luar negeri malah rugi," kata Tiko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.