"Memang masalah utama Garuda sejak masa lalu, karena leasing-leasingnya memang melebihi cost yang wajar," imbuh dia.
Selain harga sewa yang kemahalan, persoalan Garuda Indonesia juga ada pada penggunaan jenis pesawat yang terlalu banyak.
Kartika menyebutkan, penggunaannya mulai dari Boeing 737-777, A320, A330, ATR, hingga Bombardier sehingga sulit untuk melakukan efisiensi.
"Memang jenis pesawat juga terlalu banyak, sehingga efisiensi menjadi bermasalah," kata pria yang akrab disapa Tiko itu.
Baca juga: Menurut Erick Thohir, Ini Penyebab Keuangan Garuda Indonesia Terpuruk
Menurut Erick, beban berat yang juga dihadapi Garuda Indonesia adalah bisnis model yang kurang tepat.
Ia menilai, seharusnya maskapai pelat merah itu mengubah bisnis modelnya dengan fokus pada pasar penerbangan domestik.
Hal ini didasari pada data kepariwisataan nasional.
sebanyak 78 persen merupakan perjalanan yang dilakukan turis domestik, sedangkan 22 persen lainnya adalah turis asing.
Dia mengatakan, tingginya penerbangan domestik tersebut tak lepas dari kondisi geografis Indonesia yang adalah negara kepulauan.
Baca juga: Hadapi Situasi Sulit, Dirut Garuda Indonesia: Kami Fokus Pemulihan Kinerja
Sehingga salah satu akses untuk melakukan perjalanan antarpulau yaitu dengan penerbangan.
Potensi ini yang seharusnya dimanfaatkan Garuda Indonesia.
Erick mengatakan, pihaknya telah bicara dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk memberikan dukungan jika nantinya tidak semua bandara terbuka bagi maskapai asing.
Terlebih di masa pandemi Covid-19 saat ini, yang tak memungkinkan penerbangan dari luar negeri bisa bebas masuk ke semua bandara.
Menurut dia, kondisi ini jadi kesempatan Garuda Indonesia untuk memperbaiki kinerja.
Baca juga: Akankah Nasib Garuda Indonesia Sama seperti Merpati Airlines?
"Jadi beberapa titik bandara di buka (bagi pesawat asing), tapi untuk ke rute domestik lainnya hanya boleh Garuda atau penerbangan swasta domestik lainnya," jelas Erick.
Sementara itu, Tiko menambahkan, sejumlah rute penerbangan Garuda Indonesia memang tak menguntungkan, terutama untuk rute penerbangan internasional.
"Rute-rutenya banyak diterbangi yang tidak profitable. Penerbangan ke dalam negeri sebelum Covid-19, itu pada tahun 2019 untung tapi yang luar negeri malah rugi," ungkap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.