Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Menteri ESDM: Indonesia Butuh Badan Pengelola Hulu Migas Independen

Kompas.com - 05/06/2021, 13:15 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Purnomo Yusgiantoro menilai, Indonesia butuh badan pengelola hulu migas yang independen.

Tujuannya untuk menggiatkan investasi di hulu migas mengingat RI masih membutuhkan migas untuk memenuhi kebutuhan energi di masa depan.

Nantinya badan khusus di luar pemerintahan ini bakal melakukan pengaturan, pengurusan, dan pengawasan terhadap implementasi kebijakan pengelolaan migas yang dilandasi peraturan perundang-perundangan.

Baca juga: Investor Hulu Migas Ramai-ramai Hengkang dari Pengelolaan Blok Migas Tanah Air

"Di masa depan perlu dipastikan kontrak kerjasama dengan KKKS dilakukan oleh badan khusus independen, bukan dengan pemerintah. Tujuannya, agar segala risiko bisnis tidak terkena kepada negara," kata Purnomo dalam siaran pers, Sabtu (5/6/2021).

Banyak kasus hulu migas yang akhirnya menyeret negara berhadapan dengan tuntutan pengadilan. Kasus tersebut terjadi karena pemerintah terlibat dalam Pengelolaan kontrak.

"Saya mengingatkan agar kita tidak melupakan sejarah karena ia adalah guru yang baik, yang dapat kita jadikan pelajaran untuk membuat masa depan lebih baik," ujar Purnomo.

Sebetulnya kata Purnomo, pembentukan BP Migas sudah cukup ideal. Sebab di dalamnya tidak termasuk dalam eksekutif dan bukan bagian dari BUMN yang menjalankan bisnis migas.

Terbukti sejak dibentuk badan independen itu, laba Pertamina mengalami kenaikan. BP Migas pun dianggap mampu mengawal industri hulu migas dengan baik kala itu lantaran banyak proyek yang lahir.

Beberapa proyek yang dimaksud adalah Tangguh Train 1 sampai 3, dan pengembangan Lapangan Cepu yang kini memasok 30 persen produksi nasional.

Sayang, proses tarik-menarik masih terlihat ketika BP Migas terbentuk sehingga 4 kali menghadapi judicial review. Judicial review terakhir pada tahun 2012 berefek pada pembubaran BP Migas dan diganti SKK Migas.

"SKK Migas hanya didasarkan pada Keppres. Ini sebetulnya aneh karena lembaga ini sudah berjalan selama 10 tahun dan punya prestasi. Dibubarkan oleh pihak-pihak yang tidak ada hubungannya dengan hulu migas," beber Purnomo.

Baca juga: Ekspor Non-Migas Maret 2021 Capai 17,45 Miliar, Mendag: Ini Tertinggi dalam Sejarah

Dekan fakultas hukum Universitas Diponegoro, Retno Saraswati menambahkan, pemerintah belum juga menindaklanjuti putusan MK pada tahun 2012 tersebut.

MK saat itu meminta dibentuk badan pengelola hulu migas baru.

"Apa yang menjadi putusan MK ini seharusnya sudah final. Oleh karena itu harus segera ditindaklanjuti karena kita butuh kepastian dan kepatuhan hukum," pungkas Alumni doktor hukum Universitas diponegoro ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com