Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER DI KOMPASIANA] Risiko Memaksa Kerja saat Sakit | Alasan Minat Baca Rendah | Awal Bagus Timnas Indonesia

Kompas.com - 05/06/2021, 17:17 WIB
Harry Rhamdhani

Penulis

KOMPASIANA---Ketika badan sudah merasa tidak baik-baik pada malam sebelum esoknya kerja, apakah pilihan untuk cuti maupun izin tidak masuk kerja jadi pilihan?

Tampak sederahana, tapi ternyata tidak demikian. Ada sebagian orang yang tetap memaksakan masuk kerja meski kondisi tubuh sedang sakit.

Namun, kalaupun itu dipaksakan kita sendiri tahu kinerja menjadi tidak maksimal. Saat bekerja jadi tidak fokus dan pada saat bersamaan mesti menahan rasa sakit.

Meminta izin istirahat bisa jadi perkara yang rumit, terutama ketika pekerjaan sedang menumpuk.

Selain itu masih ada konten terpopuler dan menarik di Kompasiana pada pekan ini, seperti minat baca kita yang rendah hingga harapan baru dari Timnas sepakbola Indonesia.

1. Enggan Cuti Sakit dan Maksain Kerja, Ujungnya Masuk IGD

Dilema seorang karyawan saat sakit itu ketika sudah mulai merasa tidak enak badan dan dianggap sakitnya tidak terlalu berat.

Ada rasa tidak enak hati dengan atasan atau rekan-rekan kerja. Apalagi seperti yang Kompasianer Widi Kurniawan tuliskan: orang-orang di kantor tidak mempercayai kondisi kita.

Hal itu kerap terjadi, tapi bagi Kompasianer Widi Kurniawan bisa berakibat fatal jika kita tidak bisa mengukur sejauh mana kita bisa bertahan untuk tetap bekerja.

"Pengalaman beberapa tahun lalu benar-benar mengubah pandangan saya tentang bagaimana harus bertindak tatkala gejala sakit menyerang di hari kerja," tulisnya.

Ketika itu Kompasianer Widi Kurniawan sudah merasakan tidak enak badan sejak bangun tidur, tapi merasa tidak enak hati meninta izin kepada atasan.

Belum lagi mesti naik KRL Commuterline dari Bogor menuju Jakarta yang membuatnya makin merasakan sakit. (Baca selengkapnya)

2. Kenapa Minat Baca Indonesia Rendah, padahal Buku Bajakan Tinggi

Kompasianer Elly Suryani tidak kaget bila indeks budaya minat baca kita rendah, terlebih kegiatan membaca buku itu bukan suatu hal yang aneh bagi masyarakat kita.

Minat baca dan budaya baca adalah 2 hal yang berbeda. Minat baca itu lebih mengacu pada seberapa besar keinginan individu dalam masyarakat untuk membaca.

Sedangkan budaya baca, tulis Kompasianer Elly Suryani, lebih menggambarkan situasi kegemaran membaca telah terjadi di mana-mana dan menjadi gaya hidup masyarakat di sebuah bangsa.

"Rajin beli buku tidak otomatis rajin membaca toh. Ada yang gemar membaca tapi gak rajin beli, rajin ke perpustakaan misalnya ini lebih bagus. Kebanyakan kita memang malas membaca," tulisnya. (Baca selengkapnya)

3. Tanpa Kursus, Begini Cara Belajar Bahasa Inggris Secara Otodidak

Semakin banyak orang yang sadar akan pentingnya kecakapan bahasa Inggris dan peduli untuk belajar walau secara otodidak.

Cara seperti itulah yang Kompasianer Martha Weda lakukan sejak kecil untuk belajar bahasa Inggris. Menemukan metodenya sendiri agar lebih mudah belajarnya.

Setiap ada waktu kosong, di luar wakru belajar dan mengerjakan tugas sekolah itulah Kompasianer Martha Weda rutin belajar bahasa Inggris sendiri dari kaset dan buku.

Lewat metodenya itu, kemampuan berbahasa Inggris akan lebih cepat meningkat bila bahasa pengantarnya juga adalah bahasa Inggris daripada buku dengan bahasa pengantarnya bahasa Indonesia.

"Awalnya mungkin sulit, karena kita harus sering-sering melihat kamus. Tetapi lama-kelamaan kita bisa mempelajari isi dalam buku tersebut dengan cepat, tanpa perlu lagi buka kamus," tulisnya. (Baca selengkapnya)

4. Mengapa Kita Harus Fokus ke Hal-hal yang Memang Penting Saja?

Ada satu realitas yang harus kita hadapi, suka atau tidak suka dalam kehidupan sehari-hari kita, sejuta hal berteriak meminta perhatian. Beberapa dari hal-hal ini penting, beberapa hal cukup penting.

Namun, menurut Kompasianer Andesna Nanda, semua hal baik yang besar ataupun yang remeh ini berdampak pada spektrum fokus kita.

Jika kita memilih untuk memperhatikan semua peristiwa di sekitar kita, secara otomatis kita kehilangan fokus.

Kompasianer Andesna Nanda pernah mengalaminya, bahkan di beberapa kondisi tertentu, situasi menjadi lebih buruk jika kita memilih untuk mengkhawatirkan hal-hal yang tidak dapat kita kontrol.

"Kita akan menjadi overthinking, memikirkan semua hal yang bisa kita lakukan secara berbeda, menebak-nebak setiap keputusan yang dibuat orang lain, dan membayangkan semua skenario terburuk," tulisnya. (Baca selengkapnya)

5. Awal yang Bagus bagi Timnas Indonesia Era Shin Tae-yong

Meski berakir imbang antara Timnas Indonesia dan Thailand, tapi secara permainan terlihat jelas bagaimana para pemain Indonesia menunjukkan pemandangan yang berbeda.

Tim yang cenderung tampil spartan di satu jam pertandingan, setelah itu terlihat lelah. Hal itulah yang sering menjadi kritik bahkan mungkin sudah menjadi identitas Timnas Indonesia.

"Namun, determinasi pemain Indonesia ditunjang keberuntungan di akhir laga menjadi penghalang," tulis Kompasianer Deddy Husein.

Artinya, kunci utama dalam skuad Timnas Indonesia saat ini adalah stamina. Itu tidak lepas dari pemilihan pemain di skuad senior, yang rata-rata adalah pemain muda yang baru saja lulus dari skuad timnas kelompok umur. (Baca selengkapnya)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com