Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Kenaikan PPN 12 Persen Masih Relevan dan Tak Bebani Masyarakat

Kompas.com - 08/06/2021, 15:40 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah bakal menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 12 persen dari 10 persen yang berlaku saat ini.

Adapun skema yang jadi pertimbangan adalah skema multitarif PPN, yakni pengenaan pajak yang lebih rendah untuk barang-barang yang banyak dibutuhkan masyarakat dan pengenaan tarif lebih tinggi untuk barang mewah yang biasa dibeli kelas menengah atas.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen merupakan opsi yang masih relevan agar tak mempengaruhi daya beli masyarakat.

Baca juga: PPN Naik 12 Persen, Pengusaha: Bisa Berdampak ke Daya Beli Masyarakat

"Karena kenaikan tarif yang rendah, tidak akan terlalu dirasakan/berdampak pada konsumen," kata Fajry ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (8/6/2021).

Fajry menuturkan, kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen masih ideal, saat Indonesia tengah berjuang memulihkan ekonomi saat pandemi Covid-19.

"Karena kita masih dalam masa pemulihan, saya kira terlalu berisiko jika pemerintah menaikan tarif yang terlalu tinggi," beber Fajry.

Lagipula dia bilang, kenaikan tarif PPN perlu dilakukan agar struktur penerimaan pajak negara tak melulu bergantung pada pungutan PPh badan.

Pasalnya PPh badan bukan pungutan yang berkelanjutan dalam jangka panjang, sehingga ketergantungan akan berdampak buruk bagi penerimaan negara.

"PPh badan juga membebani Industri kita untuk maju, sesuai dengan isu deindustrialisasi yang terjadi. Jadi, kenaikan tarif PPN, bukanlah cara singkat pemerintah untuk menaikan tarif PPN. Ini merupakan bagian dari reformasi pajak yang sudah direncanakan sebelum pandemi," pungkas Fajry.

Baca juga: Siapkan Ancang-ancang, PPN Bakal Naik Jadi 12 Persen

Sebelumnya mengutip draft RUU KUP, pemerintah akan mengenakan tarif berbeda pada setiap barang/jasa. Tarif berbeda sebagaimana dimaksud dikenakan paling rendah 5 persen dan paling tinggi 25 persen.

Tarif yang berbeda bisa saja dikenakan pada penyerahan barang/jasa kena pajak tertentu, impor barang kena pajak tertentu, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud tertentu, dan pemanfaatan jasa kena pajak tertentu dari luar/dalam daerah pabean.

Pemerintah juga menetapkan tarif PPN sebesar 0 persen untuk ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.

"Kita ingin justru memberikan dukungan bagi akses publik terhadap barang-barang yang dibutuhkan, yang selama ini mungkin dikenai pajak 10 persen, nanti bisa dikenai pajak 5 persen atau 7 persen," kata Yustinus dalam diskusi Infobank secara virtual, Kamis (3/6/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com