Bila hukum pajak sebagai bagian dari hukum administrasi, maka hukumnya hatus dipandang sebagai hukum administrasi dan tak boleh berbelok ke arah pidana.
Sementara jika fungsi utama pajak sebagai fungsi budgataire, yakni sebagai sumber utama penerimaan pajak, maka fungsi pidana juga dinilai kurang tepat.
"Jika dialihkan menjadi sanksi administrasi, maka potensi penerimaan yang dihasilkan pemerintah akan lebih besar. Pada prinsipnya, undang-undang pajak lebih memberikan solusi penyelesaian pajak dengan menekankan pada aspek administratif melalui pembayaran pajak dengan sarana surat ketetapan pajak, bukan pada memidana wajib pajak," jelas Fajry.
Fajry menjelaskan, ada beberapa studi yang pernah mengkaji aspek pidana dengan fungsi budgetaire dari pajak.
Kesimpulannya, sanksi pidana dalam dalam sistem perpajakan di Indonesia, khususnya yang ada di dalam UU KUP, kurang efektif dan kontra produktif terhadap fungsi anggaran dari pajak dan pengembangan ekonomi dalam arti luas. Hal ini membuat efektifitasnya perlu dikaji.
Baca juga: Wamen BUMN: Penyakit Masa Lalu Garuda Indonesia, Sewa Banyak Pesawat dan Mahal
Di samping itu, efek pidana akan memberikan dampak psikologis bagi wajib pajak yang merupakan pelaku ekonomi. Apalagi kata Fajry, sanksi adminsitrasi sudah mampu memberikan deterrent effect.
"Jika sanksi adminstrasi saja sudah mampu memberikan deterrent effect, lalu untuk apa perlunya sanksi pidana? Di sisi lain, dengan sanksi adminsitrasi pemerintah akan mendapatkan potensi penerimaan yang lebih besar," pungkas dia.
Mengutip draft RUU, penghapusan sanksi pidana diatur dalam beberapa pasal. Pasal 44C menyebutkan, pidana denda tak dapat diganti dengan pidana kurangan. Pengemplang pajak yang terkena pidana denda wajib membayar dendanya.
Pemerintah bakal memberikan waktu hingga 1 bulan untuk membayar denda setelah mendapat keputusan pengadilan yang inkrah. Jika tidak membayar, aset dari pengemplang pajak akan disita.
"Jaksa melakukan penyitaan dan pelelangan terhadap harta kekayaan terpidana untuk membayar pidana denda tersebut menurut ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis draft RUU tersebut.
Baca juga: Simak, Ini Cara Menghitung Besaran Pajak Progresif Kendaraan Bermotor
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.