Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dibanding Naikkan PPN, Pemerintah Disarankan Mereformasi Sistem Perpajakan

Kompas.com - 09/06/2021, 15:30 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi XI DPR Misbakhun menilai, Kementerian Keuangan lebih baik melakukan reformasi perpajakan dengan cara memantapkan sistem pemungutan berbasis teknologi ketimbang menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 12 persen.

Menurut dia, reformasi untuk perbaikan sistem berbasis IT ini pernah dimulai, tetapi tak dilanjutkan dengan baik. Hal ini sebaiknya dipastikan berjalan terlebih dahulu sebelum mengusulkan solusi semacam kenaikan PPN.

"Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan harus melakukan reformasi perpajakan dengan membangun sistem berbasis teknologi informasi yang jauh lebih sederhana dan memudahkan masyarakat dalam menjalankan kewajibannya," ujar Misbakhun dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/6/2021).

Baca juga: Siapkan Ancang-ancang, PPN Bakal Naik Jadi 12 Persen

Anggota legislatif dari Partai Golkar ini menilai, tarif pajak yang naik akan membuat masyarakat berpikir ulang untuk melakukan konsumsi yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional. Jika tarif dinaikkan, skala ekonomi bisa menurun dan berakibat pemasukan pajak juga akan menurun.

Apalagi, lanjutnya, kondisi perekonomian saat ini belum sepenuhnya pulih. Pada akhirnya berpotensi menyebabkan kontraksi berkepanjangan.

Atar dasar itu, dia menyarankan lebih baik jika pembangunan sistem perpajakan berbasis teknologi informasi yang harus dipikirkan dengan sangat serius dan sungguh-sungguh sebagai solusi komprehensif.

Selain itu, Misbakhun mendorong pembangunan sistem perpajakan yang lebih sederhana. Sehingga akan memudahkan masyarakat dan mengurangi potensi timbulnya kesalahan administrasi perpajakan.

Selama ini, menurut dia, masyarakat tidak hanya terbebani oleh PPN maupun Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM), tetapi juga mendapatkan masalah administratif dalam praktiknya di lapangan.

Beberapa permasalahan perpajakan, antara lain kesalahan dalam memungut, kesalahan mengadministrasikan, kesalahan membayar, terlambat mengadministrasikan, terlambat membayar. Kata Misbakhun, itu semuanya menjadi beban bagi wajib pajak.

Baca juga: Seputar Pajak Pertambahan Nilai: Obyek PPN dan Barang Tak Kena PPN

Di sisi lain, amanat dalam pemungutan pajak itu menjadi tugas negara. Setiap tahunnya, banyak masyarakat yang terkena sanksi administrasi, akibat kesalahan-kesalahan hanya dengan satu varian, yaitu tarif tunggal. Kesalahan-kesalahan administrasi tersebut akhirnya berujung kepada sengketa perpajakan yang sebenarnya adalah tugas negara dalam pemungutan pajak.

"Rencana pemerintah dalam kenaikan tarif pajak harus menjadi menjadi studi yang mendalam dan serius. Apalagi pemerintah akan memberikan kombinasi kebijakan terhadap beberapa tarif perpajakan yang akan butuh penyesuaian dan memiliki potensi permasalahan yang lebih kompleks," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dari 10 persen yang berlaku saat ini.

Ketentuan tarif sebesar 12 persen itu tertuang dalam draf Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang bakal dibahas bersama DPR.

"Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 12 persen," tulis Pasal 7 draf RUU KUP dikutip Kompas.com, Senin (7/6/2021).

Kendati demikian, tarif PPN sebesar 12 persen itu dapat diubah menjadi paling rendah sebesar 5 persen hingga paling tinggi sebesar 15 persen. Pengenaan tarif pajak paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen diatur pada pasal tambahan, yakni Pasal 7A.

Pasal tersebut menuliskan, PPN dapat dikenakan tarif berbeda-beda tergantung jenis barang/jasa. Hal ini pun mengafirmasi adanya skema multitarif PPN yang dirancang pemerintah.

Tarif yang berbeda bisa daja dikenakan pada penyerahan barang/jasa kena pajak tertentu, impor barang kena pajak tertentu, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud tertentu, dan pemanfaatan jasa kena pajak tertentu dari luar/dalam daerah pabean.

"Tarif berbeda sebagaimana dimaksud dikenakan paling rendah 5 persen dan paling tinggi 25 persen," bunyi draf tersebut.

 

Baca juga: PPN Naik 12 Persen, Pengusaha: Bisa Berdampak ke Daya Beli Masyarakat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com