JAKARTA, KOMPAS.com – Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) secara tegas menolak rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada bahan pokok (sembako) yang tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Sekjen DPN APTRI M Nur Khabsyin meminta kebijakan itu dikaji ulang karena akan memberatkan kehidupan petani.
"Saya kira perlu dikaji ulang. Apalagi saat ini masa pandemi dan situasi perekonomian sedang sulit. Ini akan berimbas ke seluruh Indonesia dan membuat gaduh masyarakat, terutama masyarakat petani," kata Khabsyin kepada Kompas.com, Jumat (11/6/2021).
Baca juga: PPN Mobil Diskon tapi Sembako Dipajaki, Sri Mulyani: Teknik Hoaks yang Bagus
Dalam draf beleid tersebut, komoditas gula konsumsi menjadi salah satu barang kebutuhan pokok yang dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.
Dengan penghapusan itu, berarti gula konsumsi akan dikenakan PPN.
Padahal, lanjut Khabsyin, sebelum 2017, gula konsumsi sudah dikenakan PPN, tetapi petani tebu protes melalui unjuk rasa di Jakarta.
Sehingga, sejak 1 September 2017, gula konsumsi dibebaskan dari PPN.
"Saat itu jugalah petani beralasan bahwa gula adalah termasuk bahan pokok kenapa kena PPN, sedangkan beras bebas dari PPN," kata Khabsyin.
Baca juga: Sembako Kena Pajak, KSPI: Buruh Bakal Maju Paling Depan
Selain itu, Khabsyin juga menilai, apabila PPN tetap diberlakukan, dipastikan akan merugikan semua petani tebu yang ada di Tanah Air.
Sebab, pengenaan PPN terhadap gula konsumsi pada ujungnya akan menjadi beban petani sebagai produsen.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.