BISNIS mulai berkembang. Ini saatnya perusahaan mempersiapkan kekuatan sumber daya manusia agar dapat mengimbangi geliat baru yang terasa semakin positif.
Banyak organisasi mulai mencari tambahan anggota untuk timnya agar dapat meningkatkan kapasitas produksi. Semua organisasi berharap, orang-orang yang baru direkrut nanti dapat cepat beradaptasi dengan tim. Selain itu, rekrutan baru juga diharapkan bisa berbagi pengalaman untuk memperkaya pekerjaan tim.
Organisasi sibuk menghubungi headhunter seraya mempersiapkan talent pool. Namun, calon yang diidam-idamkan ternyata begitu sulit untuk didapat.
Dengan perkembangan teknologi yang demikian pesat dan mengakibatkan disrupsi di sana-sini, penilaian bahwa tingkat keahlian pasti berbanding lurus dengan lamanya pengalaman menjadi sesuatu yang terasa kuno.
Memang, keterampilan seorang operator pabrik yang baru bekerja satu tahun akan berbeda dengan yang sudah bekerja lebih dari lima tahun. Namun, tingkat keahlian tidak hanya dapat dinilai secara kuantitatif.
Baca juga: Ada 4 Tipe Karyawan, yang Manakah Anda?
Seseorang yang belum lama berpraktik sekalipun bisa saja ahli dalam hal tertentu karena mendapatkan latihan yang intens. Apalagi, jika ia punya semangat melakukan penggalian data sambil mengembangkan imajinasi dan mempraktikkannya dalam pekerjaannya tersebut.
Berpaling dan lebih berfokus pada keahlian akan membuka kesempatan kita untuk merekrut tenaga-tenaga yang lebih muda, kreatif, dan berpikir lebih out of the box.
Melihat pasar yang saat ini berisi teman-teman milenial, bahkan Gen Z yang usianya lebih muda lagi, mungkin sudah saatnya bagi kita untuk memperhatikan beberapa ciri kepribadian baru yang sebelumnya tidak menjadi fokus.
Unconventional #1: Para solopreneur
Bagi generasi milenial, bekerja di kantor merupakan pilihan yang tidak terlalu populer lagi. Mereka lebih senang menjad freelancer, consultant, atau small-business owner. Padahal, kita juga melihat tidak banyak solopreneur yang berhasil.
Meskipun jalur tersebut terlihat menggoda bagi para milenial, bisa jadi pada perjalanannya mereka lelah dan akhirnya mulai mencari kemapanan.
Mereka bisa saja lelah berjuang sendirian mencari produk baru yang bisa mengalahkan kompetitornya atau lelah mengurus tagihan dan hal-hal administratif penting lain bagi keberlangsungan usahanya. Di sinilah, kita bisa mengajak mereka bergabung dengan organisasi kita.
Baca juga: Simak, Keuntungan Merekrut Karyawan Milenial
Banyak yang berasumsi bahwa milenial tidak tahan terhadap organisasi yang terlalu terstruktur. Namun, bukankah kita juga tidak tahan dengan organisasi yang mengambil sikap secara kaku?
Para solopreneur bisa menjadi penguat dalam tim kita karena mereka biasanya lebih mandiri dan memang senang untuk self starting. Mereka tidak menunggu perintah untuk melakukan sesuatu atau berimprovisasi.
Karena memiliki passion untuk berwirausaha, biasanya mereka lebih mampu melihat big picture dari bisnis perusahaan. Mereka juga punya empati terhadap pelanggan dan ketahanan akan kompetisi yang lebih tajam.
Unconventional #2: Industry shifters
Dalam inovasi, kita mengenal konsep medici effect, yaitu inovasi terjadi dari perbenturan berbagai bidang ilmu yang berbeda. Prinsip-prinsip beragam bidang ilmu yang digunakan bisa menciptakan suatu ide yang berbeda dari yang biasanya.
Hal serupa juga bisa terjadi pada mereka yang memiliki latar belakang ilmu berbeda dari bidang yang ditekuninya. Misalnya saja, seorang spesialis periklanan yang memiliki latar belakang ilmu komputer dengan minat pada data analytics.
Baca juga: Performa Kerja Lebihi Target, Karyawan Terbaik atau Cari Muka?
Ia bisa jadi aset yang sangat berharga bagi perusahaan periklanan. Sebab, dalam dunia periklanan, kita sebenarnya memang membutuhkan seorang ahli data untuk memahami profil dari target market sebelum merancang iklan yang tepat untuk mereka. Talenta tersebut tinggal sedikit belajar mengenai teknik-teknik periklanan untuk menyesuaikan diri.
Dengan kata lain, kandidat unconventional yang memulai kariernya di bidang tertentu, tetapi tiba-tiba berminat berganti haluan, sebenarnya bisa menjadi kandidat yang potensial.
Apalagi, bila mereka datang dari perusahaan yang memiliki tipologi pelanggan yang mirip. Logikanya mengenai pelanggan dapat menjadi nilai tambah. Kita sering berasumsi, kandidat seperti itu sudah memiliki pola pikir yang tetap. Ini memang bisa saja terjadi bila yang bersangkutan tidak memiliki sikap belajar.
Jadi, yang perlu ditelaah dalam tahap wawancara adalah apakah ia memiliki sikap seorang pembelajar. Bila ya, dijamin ia akan menjadi anggota tim yang andal dan melengkapi keahlian tim.
Unconventional #3: Workforce re-entrants
Kita sering melupakan karyawan lama yang sempat memiliki kontribusi positif pada organisasi, tetapi berhenti bekerja karena alasan tertentu. Misalnya saja, melahirkan anak yang dilanjutkan dengan tuntutan mengelola rumah tangga atau mengambil cuti panjang karena ingin melakukan suatu kegiatan berbeda sesuai minatnya.
Baca juga: Wawancara Kerja via Daring? Hindari 4 Kesalahan ini
Mereka bisa menjadi kandidat potensial yang dapat kita pertimbangkan untuk diminta bergabung kembali dengan organisasi. Melalui istirahat panjang yang diambil, individu-individu ini juga bisa membangun perspektif berbeda yang berguna bagi organisasi.
Mereka bisa jadi juga lebih tahan banting dan punya motivasi untuk bekerja sehingga dapat menjadi contoh bagi anggota tim lainnya.
Unconventional #4: Overqualified candidates
Manusia bisa berubah. Seorang eksekutif yang pernah bekerja di perusahaan multinasional terbaik di negeri ini sering kita golongkan sebagai orang yang overqualified karena memiliki paket remunerasi yang tidak terjangkau oleh perusahaan Anda.
Baca juga: Catat, Kandidat dengan 3 Sifat Ini yang Dicari saat Wawancara Kerja
Namun, tidak tertutup kemungkinan, ia juga berganti value. Dia ingin mendedikasikan waktu dan tenaganya kepada perusahaan yang memiliki kesamaan visi dengan dirinya, meskipun skala perusahaan itu lebih kecil dari tempatnya berada sekarang ini. Bisa saja itu adalah perusahaan Anda.
Jadi, kita perlu berhati-hati dalam menelaah pengalaman. Not all experience is created equal dan sudah waktunya kita menelaah sumber daya manusia dari keahliannya secara lebih mendalam, ketimbang sekadar pengalaman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.