Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catat, Pemerintah Tak Kenakan Pajak untuk Sembako di Pasar Tradisional

Kompas.com - 14/06/2021, 13:16 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bahan pangan/sembako.

Rencana ini tertuang dalam Revisi UU Kelima Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan, tak semua sembako bakal dikenakan tarif PPN baru.

Baca juga: Jelaskan Pertimbangan PPN Sembako dkk, Kemenkeu Sebut The Death of The Income Tax

Neil bilang, hanya sembako kelas premium yang akan dikenakan PPN.

Sedangkan sembako non-premium yang dibeli di pasar tradisional akan terbebas dari pengenaan pajak

"Kami melihat akan ada pembedaan terkait dengan sembako. Misalnya barang-barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional, ini tentunya tidak dikenakan PPN. Akan berbeda ketika sembako ini sifatnya premium," kata Neilmaldrin dalam konferensi virtual, Senin (14/6/2021).

Neil lantas menyebut beberapa barang yang akan dikenakan tarif PPN.

Meski masih opsi, bahan pangan yang berpotensi dikenakan tarif PPN adalah beras premium dan daging sapi wagyu.

Baca juga: Ada Skema Multitarif, Pemerintah Hanya Akan Pajaki Sekolah Orang Kaya

PPN yang dikenakan untuk barang-barang tersebut akan berbeda dengan beras Bulog ataupun daging sapi biasa.

Besaran tarif PPN nantinya menyesuaikan kemampuan membayar (ability to pay) konsumen antara masyarakat kelas atas dan masyarakat kelas bawah.

"Oleh karena itu, agar tidak memperpanjang polemik publik, saya sampaikan bahwa barang kebutuhan pokok yang dikenakan adalah kebutuhan pokok yang premium," beber Neil.

Kendati demikian, Neil belum mampu menyebutkan besaran tarif dari masing-masing bahan pangan/sembako.

Pasalnya, besaran tarif ini masih dikaji pemerintah dan akan didiskusikan dengan DPR lebih lanjut.

Baca juga: Wacana PPN Sembako Bikin Harga Pangan Naik?

"Terkait dengan tarif, tentunya saya tidak bisa mendahului karena ini masih ada pembahasan yang harus sama-sama kita ikuti. Nantinya bagaimana pembahasan itu, karena sangat tidak elok kalau kemudian menyampaikan situasi yang belum pasti," pungkasnya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo sempat mengatakan hal serupa.

Pengenaan pajak lebih tinggi ditujukan untuk barang-barang yang dikonsumsi kelas menengah ke atas, sehingga mencerminkan pengadopsian skema multitarif.

Adapun mengutip draf RUU, sembako yang dikenakan PPN adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.

Baca juga: Jokowi Perpanjang Gratis PPnBM Mobil di Tengah Polemik PPN Sembako

"Kira-kira gini ilustrasinya. Kalau saya konsumsi telur omega, terus Bapak beli telur ayam kampung di pasar, itu sama-sama tidak kena PPN. Padahal, daya beli konsumennya sangat berbeda," kata Yustinus dalam webinar, Jumat (11/6/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kemehub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemehub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Earn Smart
Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Whats New
Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Whats New
Cara Cek Angsuran KPR BCA secara 'Online' melalui myBCA

Cara Cek Angsuran KPR BCA secara "Online" melalui myBCA

Work Smart
10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

Whats New
Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com