Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal PPN Sekolah, Kemenkeu Janji Tidak Akan Sebabkan Rakyat Susah Akses Pendidikan

Kompas.com - 14/06/2021, 15:12 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah bakal mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk jasa pendidikan atau sekolah. Namun, hanya sekolah tertentu saja yang akan dikenakan tarif PPN.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan, pemerintah akan hati-hati mengenakan pajak untuk sekolah.

Dia memastikan, Kemenkeu tak akan membuat masyarakat tidak bisa mengakses pendidikan yang layak jika sekolah dipajaki.

Baca juga: Catat, Pemerintah Tak Kenakan Pajak Untuk Sembako di Pasar Tradisional

"Kita tidak mungkin membuat jasa pendidikan ini kemudian membuat rakyat kebanyakan jadi tidak bisa mengakses pendidikan. Itu tidak mungkin pemerintah akan melakukan hal itu," kata Neil dalam konferensi virtual, Senin (14/6/2021).

Neil menuturkan, pemerintah memperhatikan akses pendidikan, yang merupakan salah satu hak warga yang perlu disediakan negara. Oleh karena itu, 20 persen dana APBN digelontorkan untuk sekolah.

Saat pandemi Covid-19 pun pihaknya memberi bantuan kuota internet gratis agar anak-anak sekolah tetap memiliki akses belajar meski terbatas kontak fisik.

"Sementara sekarang APBN saja bekerja memberikan 20 persen dari budget kepada sektor pendidikan. Bagaimana mungkin (PPN menghambat akses masyarakat ke pendidikan)?," beber Neil.

Adapun saat ini, pemerintah tengah mengkaji ciri-ciri sekolah yang bakal dipajaki. Jasa pendidikan yang dikenakan PPN tentu akan dikategorikan oleh beberapa hal, salah satunya dari besaran iuran yang harus dibayar.

Jika iuran melewati ambang batas yang diatur pemerintah, maka sekolah tersebut wajib membayar PPN. Kendati demikian, kategori ini masih akan dibahas dan diperdalam.

"Kita masih akan melewati pembahasan-pembahasan. Oleh karena itu kita tunggu, tapi sudah lebih jelas bahwa jasa pendidikan yang bersifat komersial dalam batasan tertentu, itu akan dikenai PPN," pungkas Neil.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyatakan hal serupa. Pengenaan tarif PPN akan dilihat dari jenis barang/jasa yang dikonsumsi masing-masing masyarakat.

Menurutnya, pengenaan tarif PPN tidak bisa disamakan untuk barang-barang tertentu seperti daging wagyu dengan daging sapi biasa yang dijual di pasaran. Begitu juga untuk beras premium dengan beras Bulog.

"Orang yang belajar di sekolah-sekolah nirlaba/subsidi, tidak kena PPN. Tapi yang belajar privat dan bersekolah di sekolah mahal, juga tidak kena PPN. Menurut hemat kami ini menjadi tidak adil, tidak fair, sehingga kita kekurangan kesempatan untuk memungut pajak kelompok kaya untuk didistribusi kepada orang miskin," pungkas Yustinus minggu lalu.

Baca juga: Cara Lapor Pajak Online, Mudah dan Cepat

Selain jasa pendidikan, RUU menambah objek jasa baru yang dikenai PPN, antara lain jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, dan jasa asuransi.

Lalu, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com