Adanya kemungkinan suku bunga yang akan naik ke depannya, maka tak menutup kemungkinan tapering atau pengurangan surat utang yang dikeluarkan pemerintah AS oleh The Fed, dilakukan lebih dahulu.
Pengumuman The Fed itu membuat indeks dolar AS melesat naik, tetapi penguatan itu memukul harga-harga komoditas yang mayoritas menggunakan mata uang dollar AS, termasuk emas.
"Jadi wajar kalau seandainya harga emas dan hampir semua komoditas turun, karena ekspetasi dari Bank Sentral AS itu 2 tahun ke depan atau 2023 akan menaikkan suku bunga 2 kali. Sehingga akibatkan fund-fund besar langsung melakukan taking profit," ujar Ibrahim kepada Kompas.com, dikutip Senin (21/6/2021).
Baca juga: Garuda Indonesia, Persoalan Visi, Mental, dan Moral Bangsa
Kendati demikian, Ibrahim meyakini pelemahan harga emas ini hanya bersifat sementara sebagai dampak dari The Fed.
Ibrahim meyakini, pada pekan ini harga emas akan terus bergerak naik.
Menurut dia, investor akan kembali memilih emas sebagai aset lindung nilai (hedging), lantaran pemerintah AS masih akan menggelontorkan stimulus senilai 1,9 triliun dollar AS yang telah disahkan oleh senat AS pada Maret 2021 lalu.
Injeksi likuiditas yang masif tentu akan menekan keperkasaan dollar AS. Di mana ketika nilai dollar AS tertekan, maka harga emas cenderung terapresiasi, lantaran investor akan lebih memilih menyimpan dananya pada emas sebagai salah satu aset yang minim risiko (safe haven).
"Artinya kemungkinan besar masih akan mengangkat sentimen positif terhadap logam mulia (emas) ke depannya," imbuh dia.
Baca juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Pengusaha Pasrah Pemerintah Perketat PPKM Hingga Lockdown
Selain pengaruh stimulus AS, kemungkinan nilai emas akan kembali naik karena pengaruh pertemuan G7 atau tujuh negara terbesar di dunia yang memiliki ekonomi maju.
Pada pertemuan itu, lanjut Ibrahim, ada kemungkinan terjadi kembali perang dagang yang dahulu sempat dilakukan pada pemerintahan Trump.
Di sisi lain, memanasnya masalah geopolitik di Laut China Selatan dan Laut Atlantik karena ketegangan antara kapal induk AS dan sekutunya dengan China dan Rusia.
Gejolak ekonomi akibat perang dagang dan persoalan geopolitik itu diperkirakan akan memberi pengaruh pada kenaikan harga logam mulia ke depannya.
"Hal-hal ini yang akan mempengaruhi penguatan logam mulia kedepannya. Jadi jangan takut bahwa logam mulai akan jatuh, ini hanya akan koreksi sesaat, kemudian dia akan up kembali," pungkas Ibrahim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.