Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Harga Emas Sudah Sepekan Terus Turun?

Kompas.com - 21/06/2021, 15:02 WIB
Yohana Artha Uly,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Harga emas pada pekan lalu terus turun, baik di pasar global maupun lokal.

Pada pasar spot, harga emas sudah jatuh 102 dollar AS atau turun lebih dari 6 persen dalam kurun waktu 5 hari.

Harga emas global pada awal perdagangan pekan lalu atau Senin (14/6/2021) tercatat sebesar 1.866 dollar AS per troy ounce yang kemudian menjadi sebesar 1.764 dollar AS per troy ounce pada perdagangan Jumat (18/6/2021).

Baca juga: Simak Ini Cara Menyimpan Emas di Antam beserta Biaya-biayanya

Harga penutupan pada Jumat itu menjadi penurunan yang paling tajam selama sepekan lalu.

Meski demikian, pada awal pekan ini, Senin (21/6/2021), harga emas global mulai merangkak naik 0,39 persen ke 1,774 dollar AS per troy ounce.

Pergerakan harga emas global tersebut berpengaruh pula pada harga emas lokal, salah satunya emas PT Aneka Tambang (Persero) Tbk.

Harga emas batangan Antam sepanjang pekan lalu turun sebanyak Rp 25.000 per gram.

Pada awal pekan lalu, harga emas Antam masih dibanderol sebesar Rp 945.000 per gram, nilai itu terus turun tiap harinya hingga menjadi sebesar Rp 920.000 per gram pada penutupan pekan.

Baca juga: Mulai Terkerek, Harga Emas Antam Naik Rp 3.000 Per Gram

Sama seperti emas global, pada awal pekan ini harga emas Antam pun sudah mulai naik sebesar Rp 3.000 per gram ke level Rp 923.000 per gram.

Lalu apa yang membuat gejolak harga emas tersebut?

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan, pergerakan harga emas tersebut sangat dipengaruhi kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed.

Pada Kamis (17/6/2021), The Fed mengumumkan bakal ada kenaikan suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) sebesar 50 basis poin (bps) atau sebanyak dua kali pada tahun 2023.

Kebijakan The Fed ini sudah ditunggu para pelaku pasar global.

Baca juga: Tips Investasi Emas sebagai Diversifikasi Aset

Proyeksi kenaikan suku bunga sebanyak dua kali itu, lebih cepat ketimbang perkiraan awal bahwa FFR baru akan dinaikkan pada 2024 mendatang.

Ini sekaligus menjadi indikator arah kebijakan The Fed cenderung menjadi lebih hawkish atau ketat.

Adanya kemungkinan suku bunga yang akan naik ke depannya, maka tak menutup kemungkinan tapering atau pengurangan surat utang yang dikeluarkan pemerintah AS oleh The Fed, dilakukan lebih dahulu.

Pengumuman The Fed itu membuat indeks dolar AS melesat naik, tetapi penguatan itu memukul harga-harga komoditas yang mayoritas menggunakan mata uang dollar AS, termasuk emas.

"Jadi wajar kalau seandainya harga emas dan hampir semua komoditas turun, karena ekspetasi dari Bank Sentral AS itu 2 tahun ke depan atau 2023 akan menaikkan suku bunga 2 kali. Sehingga akibatkan fund-fund besar langsung melakukan taking profit," ujar Ibrahim kepada Kompas.com, dikutip Senin (21/6/2021).

Baca juga: Garuda Indonesia, Persoalan Visi, Mental, dan Moral Bangsa

Kendati demikian, Ibrahim meyakini pelemahan harga emas ini hanya bersifat sementara sebagai dampak dari The Fed.

Ibrahim meyakini, pada pekan ini harga emas akan terus bergerak naik.

Menurut dia, investor akan kembali memilih emas sebagai aset lindung nilai (hedging), lantaran pemerintah AS masih akan menggelontorkan stimulus senilai 1,9 triliun dollar AS yang telah disahkan oleh senat AS pada Maret 2021 lalu.

Injeksi likuiditas yang masif tentu akan menekan keperkasaan dollar AS. Di mana ketika nilai dollar AS tertekan, maka harga emas cenderung terapresiasi, lantaran investor akan lebih memilih menyimpan dananya pada emas sebagai salah satu aset yang minim risiko (safe haven).

"Artinya kemungkinan besar masih akan mengangkat sentimen positif terhadap logam mulia (emas) ke depannya," imbuh dia.

Baca juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Pengusaha Pasrah Pemerintah Perketat PPKM Hingga Lockdown

Selain pengaruh stimulus AS, kemungkinan nilai emas akan kembali naik karena pengaruh pertemuan G7 atau tujuh negara terbesar di dunia yang memiliki ekonomi maju.

Pada pertemuan itu, lanjut Ibrahim, ada kemungkinan terjadi kembali perang dagang yang dahulu sempat dilakukan pada pemerintahan Trump.

Di sisi lain, memanasnya masalah geopolitik di Laut China Selatan dan Laut Atlantik karena ketegangan antara kapal induk AS dan sekutunya dengan China dan Rusia.

Gejolak ekonomi akibat perang dagang dan persoalan geopolitik itu diperkirakan akan memberi pengaruh pada kenaikan harga logam mulia ke depannya.

"Hal-hal ini yang akan mempengaruhi penguatan logam mulia kedepannya. Jadi jangan takut bahwa logam mulai akan jatuh, ini hanya akan koreksi sesaat, kemudian dia akan up kembali," pungkas Ibrahim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com