Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utang Membengkak, BPK Khawatir Pemerintah Tak Sanggup Bayar

Kompas.com - 22/06/2021, 15:22 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) khawatir kemampuan pemerintah dalam membayar utang dan bunga utang menurun.

Pasalnya, terjadi tren penambahan utang terutama akibat pandemi Covid-19. Pertumbuhan utang dan biaya bunga yang ditanggung pemerintah ini melampaui pertumbuhan PDB nasional.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, pandemi Covid-19 memang telah meningkatkan defisit, utang, dan sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) yang berdampak pada pengelolaan fiskal.

Baca juga: Jadi Kontroversi, Berapa Utang Pemerintah di Era Jokowi?

"Meskipun rasio defisit dan utang terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara, tapi trennya menunjukkan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai pemerintah," kata Agung dalam Rapat Paripurna, Selasa (22/6/2021)

Agung menuturkan, penurunan kemampuan bayar pemerintah menjadi dikhawatirkan lantaran indikator kerentanan utang tahun 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan International Debt Relief (IDR).

Asal tahu saja sepanjang tahun 2020, utang pemerintah sudah mencapai Rp 6.074,56 triliun. Posisi utang ini meningkat pesat dibandingkan dengan akhir tahun 2019 yang tercatat Rp 4.778 triliun.

BPK menyoroti, rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen. Angkanya melampaui rekomendasi IMF pada rentang 25-35 persen.

"Begitu juga dengan pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen," tutur Agung.

Baca juga: BI Borong Surat Utang Pemerintah Rp 65 Triliun

Kemudian, rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen.

"Tak hanya itu, indikator kesinambungan fiskal Tahun 2020 yang sebesar 4,27 persen juga melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 - Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen," pungkas Agung.

Sepanjang tahun 2020, pendapatan negara dan hibah mencapai Rp 1.647,78 triliun atau 96,93 persen dari anggaran. Sedangkan realisasi belanjanya mencapai Rp 2.595,48 triliun atau 94,75 persen.

Dengan demikian, fiskal mengalami defisit sebesar Rp 947,70 triliun atau sekitar 6,14 persen dari PDB. Pada tahun 2023 mendatang, Indonesia berkomitmen mengembalikan defisit sekitar 3 persen dari PDB.

Baca juga: Naik Rp 84 Triliun, Utang Pemerintah pada Maret 2021 Tembus Rp 6.445,07 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com