KOMPASIANA---Apakah peribahasa yang dulu sempat kita dengar dan pelajari di sekolah masih relevan hingga hari ini?
Namun, ada yang perlu kita sadari: tujuan dari peribahasa itu tentu saja untuk menyadarkan manusia untuk bersikap dan berperilaku lebih baik.
Menurut KBBI, peribahasa sendiri diartikan sebagai kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu.
Oleh karena itu, lewat peribahasa, kita bisa mengungkapkan emosi secara tersirat atas maksud yang kita ingin utarakan kepada orang lain.
1. Menafsir Kultur Peribahasa
Dalam kehidupan sosial, tulis Kompasianer Hendra Setiawan, peribahasa yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, bisa memiliki tafsir yang berbeda ketika diciptakan.
Namun, ada hal penting yang kini perlu perhatikan dalam peribahasa, yakni menggairahkan kembali kultur budaya kita.
Dalam kultur Jawa, misalnya pendidikan tata krama, sopan-santun, moralitas, sebenarnya amat banyak.
"Dimulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, ada. Dimulai dari bayi lahir hingga orang meninggal, juga ada," tulisnya. (Baca selengkapnya)
2. "Mencintai Tak Harus Memiliki", Pepatah Patah Hati yang Terpatahkan
Pernahkah berpikir untuk memutuskan hubungan dengan seseorang, tetapi ingin memberikan kesan baik dan pemakluman?
Pepatah yang pertama pasti terbersit, tulis Kompasianer Indra Rahadian: "mencintai tak harus memiliki."
Tentu saja hal ini selain masih relevan dengan situasi dan kondisi di masa kini, "mencintai tak harus memiliki" lebih mudah dimengerti tanpa harus berpikir keras.
Namun, ada yang membuat Kompasianer Indra Rahadian pikirkan, bila ditelaah lebih dalam, apakah benar pepatah tersebut bermakna sesederhana itu? Bukankah peribahasa atau pepatah mempunyai makna tersirat?
Kata-kata motivasi zaman baheula, selalu mengaitkan antara cinta dan keikhlasan dalam menterjemahkan pepatah tersebut.