Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

GIMNI Usulkan Pemerintah Buat Aturan soal Minyak Jelantah agar Tak Dikonsumsi Kembali

Kompas.com - 23/06/2021, 17:56 WIB
Kiki Safitri,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) memberikan usulan kepada pemerintah terkait dengan aturan tata niaga minyak jelantah.

Usulan ini dinilai penting demi mencegah penggunaan produk minyak jelantah untuk bahan baku pangan karena berbahaya bagi kesehatan.

“Kami berharap adanya regulasi khusus dalam pengaturan minyak jelantah agar tidak kembali dikonsumsi masyarakat terutama untuk makanan. Pemanfaatan minyak jelantah perlu diawasi dan diatur, kami harapkan bisa kerja sama dengan pemerintah melakukan trobosan terkait kebijakan dan pengaturannya,” kata Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia Bernard Riedo secara virtual, Rabu (23/6/2021).

Baca juga: Minyak Jelantah Masih Digunakan untuk Pangan, Harganya di Bawah Rp 5.000 Per Liter

Menurut Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga, ada beberapa usulan yang perlu dilakukan pemeritah untuk mengurangi konsumsi minyak jelantah sebagai bahan pangan di Indonesia, yakni dengan mendeklarasikan bahwa minyak jelantah merupakan limbah B3.

Kemudian, dia juga meminta pengumpul dan pengolah minyak jelantah memiliki legalitas yang jelas, terdaftar, dan berizin khusus.

Hal ini dianggap penting agar pergerakan minyak jelantah bisa termonitor dengan baik.

“Persoalan minyak jelantah ini harus ada perubahan, pemerintah harus declare minyak jelantah sebagai limbah B3, pengumpul dan pengolahnya juga harus jelas dan berizin khusus. Kemudian, pemerintah harus konsistensi untuk melarang penjualan minyak curah di tahun 2022,” tegas dia.

Di sisi lain, Sahat menilai minyak juga punya pasar tersendiri di luar negeri, khususnya Eropa dengan harga jual yang cukup mahal.

Baca juga: Sulap Minyak Jelantah Jadi Biodiesel, Pria Ini Raup Omzet hingga Ratusan Juta

Hal ini karena pemerintah Eropa memberikan subsidi pengolahan biodiesel.

“Eropa membeli dengan harga tinggi karena mereka ada subsidi, dan bila industri fuel (bahan bakar) menggunakan jelantah, maka mereka mendapatkan insentif, jadi harganya bisa tinggi,” kata Sahat.

Mengingat konsumsi domestik akan minyak jelantah atau hasil pemurniannya yang berakibat pada kondisi kesehatan, Sahat mengimbau agar minyak jelantah diekspor.

Namun, tentunya perlu regulasi dan sistem yang benar untuk mengatur hal tersebut.

“Ekspor minyak jelantah perlu menjadi perhatian kita, dari pengamatan kita minyak jelantah (HS15180060) tidak boleh dimakan, dan memiliki potensi besar untuk ekspor. Kalau harganya bisa tinggi, lebih baik di ekspor saja, daripada dipakai untuk domestic,” ungkap dia.

Baca juga: Daur Ulang Minyak Jelantah Jadi Biodiesel, Kelompok Masyarakat ini Raup Omzet Rp 2 Juta per Hari

Sahat mengatakan, di Indonesia pengolahan biodiesel atau biofuel tidak ada subsidinya.

Di sisi lain, pasar dalam negeri juga tidak ada bahan baku untuk Fame atau bahan bakar alternatif pada mesin diesel yang terbarukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Spend Smart
Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Whats New
Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Work Smart
PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

Whats New
Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Whats New
Ini Sejumlah Faktor di Indonesia yang Mendorong CCS Jadi Peluang Bisnis Baru Masa Depan

Ini Sejumlah Faktor di Indonesia yang Mendorong CCS Jadi Peluang Bisnis Baru Masa Depan

Whats New
ITMG Bakal Tebar Dividen Rp 5,1 Triliun dari Laba Bersih 2023

ITMG Bakal Tebar Dividen Rp 5,1 Triliun dari Laba Bersih 2023

Whats New
Kemenaker Siapkan Aturan Pekerja Berstatus Kemitraan, Ini Tanggapan InDrive

Kemenaker Siapkan Aturan Pekerja Berstatus Kemitraan, Ini Tanggapan InDrive

Whats New
Kaum Mumpung-mumpung, Maksimalkan Penawaran Terbaik Lazada untuk Belanja Aneka Kebutuhan Ramadhan

Kaum Mumpung-mumpung, Maksimalkan Penawaran Terbaik Lazada untuk Belanja Aneka Kebutuhan Ramadhan

BrandzView
Musim Hujan, Petani Harus Waspadai Serangan Hama

Musim Hujan, Petani Harus Waspadai Serangan Hama

Whats New
Contoh Surat Perjanjian Utang Piutang di Atas Materai yang Benar

Contoh Surat Perjanjian Utang Piutang di Atas Materai yang Benar

Whats New
Pemerintah Belum Berencana Revisi Permendag soal Pengaturan Impor

Pemerintah Belum Berencana Revisi Permendag soal Pengaturan Impor

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com