KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

Mengukur Kinerja

Kompas.com - 26/06/2021, 08:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA akhir tahun, perusahaan biasanya disibukkan dengan pengukuran kinerja setiap individu. Pengukuran ini bertujuan untuk melihat dan membedakan kontribusi suatu divisi ataupun individu.

Banyak perusahaan yang sudah menggunakan key performance indicator (KPI) sebagai pengukuran manajemen kinerja dengan beragam implementasinya.

Sayangnya, ada yang sudah memiliki set KPI yang lengkap, tetapi tidak melakukan tindak lanjut yang signifikan atas penilaian KPI yang diberikan. Ada juga yang memberikan prioritas penilaian pada kriteria KPI yang berkaitan dengan kinerja bisnis, sedangkan aspek perbaikan sistem dan inovasi, servis, serta pengembangan manusia seakan-akan diabaikan.

Tak jarang, atasan sangat bermurah hati dalam memberikan penilaian sehingga konsekuensi yang sebetulnya merupakan tindak lanjut dari penilaian menjadi tidak relevan.

Sikap dan praktik seperti itu baru akan terlihat dampaknya pada perusahaan setelah waktu yang panjang. Misalnya, ketika suksesi ternyata tidak memadai atau disiplin berkinerja manajemen terasa longgar. Pada akhirnya, hal-hal tersebut membuat perusahaan sulit untuk menarik jajarannya bergerak maju.

Kultur perusahaan pun menjadi kendur, tidak lagi sesuai dengan apa yang sudah diikrarkan dan dipasang di dinding gedung serta diucapkan dalam banyak pertemuan.

Kita sering lupa, manajemen kinerja merupakan hal yang sangat dinamis sehingga tidak bisa diselesaikan hanya dengan memiliki KPI. Untuk diketahui, beberapa perusahaan di Amerika Serikat sudah menyediakan perangkat lunak untuk memantau setiap individu dan divisi kapan pun sehingga dinamika perubahannya dapat segera disadari.

Kita perlu menyadari, KPI sama sekali tidak sakti sebagai solusi manajemen kinerja. Ia hanya sekadar alat ukur sehingga perlu dimodifikasi sesuai kebutuhan.

KPI bukanlah sekadar numbers to hit. KPI seharusnya membantu para pemimpin mengantisipasi masa depan. Karenanya, kita tidak bisa membuat KPI dengan hanya fokus pada bagian per bagian.

KPI harus berisi butir-butir yang menjamin alignment antardivisi. Misalnya, antara divisi sales dan marketing yang selama ini kerap tidak sinkron sehingga sering terjadi mismanagement. KPI harus dapat memberi insight kepada manajemen tentang bagaimana karyawan kita merespons kebutuhan pelanggan.

Jadi, bila KPI digunakan secara benar sebagai parameter, otomatis, dan dimonitor terus-menerus, manajemen memiliki kesempatan besar untuk memanfaatkannya dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis.

“The new KPI”

Perusahaan-perusahaan global, seperti Twitter, Snapchat, dan LinkedIn, sering dikenal sebagai perusahaan yang membakar uang. Bahkan, laporan keuangan perusahaan tersebut menunjukkan mereka tidak mencetak untung.

Eileen Rachman.Dok. EXPERD Eileen Rachman.

Jadi, bagaimana ukuran kesuksesan para karyawan di situ? Dalam era volatility, uncertainty, complexity, and ambiguity (VUCA), organisasi perlu membuat kriteria kesuksesan yang berbeda karena cara monetisasi bisnis pun sudah berubah. Prinsipnya, perusahaan harus tetap berjalan meski uang yang masuk minus.

Namun, tidak bisa dimungkiri, nilai perusahaan bertambah besar dengan kapital intelektual dan big data-nya. Contohnya, LinkedIn yang terjual dengan nilai tinggi meski dalam keadaan belum untung. Jadi, bagaimana kita menilai kinerja perusahaan?

Pertama, kepuasan pelanggan dan reputasi brand. Saat ini, pelanggan adalah fokus utama perusahaan. Persepsi pelanggan terhadap brand perusahaan kita menentukan hidup mati perusahaan. Laba bisa datang pada waktunya. Akan tetapi, bila pelanggan sudah berpaling dari kita, akan sulit mendapatkan mereka kembali.

Kita mengenal perusahaan marketplace yang sudah sangat populer, tetapi kehilangan pelanggan setia dalam sekejap hanya karena kesalahan sikap pimpinannya di depan publik.
Tidak ada perusahaan yang bisa bertahan bila ia tidak peduli dengan pelanggannya. Itulah sebabnya, kepuasan pelanggan harus menjadi tolok ukur yang paling penting.

Masih ingat ketika Mark Zuckerberg diwawancara oleh parlemen mengenai sumber pendapatannya? Mark menjawab, nilai dari iklan sebenarnya sangatlah kecil.

Dari pernyataan tersebut, terlihat jelas bahwa profitability bukanlah tujuan pertama dari perusahaan-perusahaan startup, melainkan peningkatan jumlah pelanggan. Sebab, dengan pertambahan jumlah pelanggan, revenue otomatis meningkat.

Ekspansi adalah kunci pengembangan perusahaan di masa kini. Karenanya, seorang karyawan atau divisi yang memiliki potential for supporting new growth dapat menentukan kesuksesan perusahaan.

Media sosial yang dahulu dipandang sebelah mata oleh perusahaan, sekarang sudah banyak digunakan sebagai media promosi perusahaan.

Oleh karena itu, keaktifan setiap karyawan di media sosial dalam membantu mempromosikan kegiatan perusahaan merupakan tindakan yang sangat berharga. KPI juga bisa memperhitungkan keaktifan karyawan dalam membantu program-program promosi perusahaan.

Kedua, budaya perusahaan dan engagement karyawan. Produktivitas yang optimal akan kita dapatkan dari karyawan yang bekerja sepenuh hati. Seorang karyawan yang engage dengan perusahaan, tidak hanya kontributif, tetapi juga inovatif.

Mereka akan berusaha melampaui kebutuhan pelanggan dan manajemen sehingga dengan sendirinya akan bekerja extra mile alias selalu lebih baik. Engagement inilah yang harus diukur.

Ketiga, knowledge management. Banyak perusahaan yang memiliki big data. Namun, tidak banyak perusahaan yang memiliki pemahaman tentang apa yang “dikatakan” oleh datanya.

Masih banyak manajemen yang tidak bisa menginterpretasikan data dan menentukan arah perusahaan sesuai fakta transaksi yang ada antara perusahaan dan pelanggannya.

Basis data memberi gambaran tentang performa secara jujur. Jadi, bila tidak bisa memahaminya, kita tidak tahu mengenai keadaan. Ke depan, ini dapat menjadi hambatan kita untuk membuat strategi ke depan.

Use KPIs to lead the enterprise, not just manage it. KPIs to inspire, not just to inform.”


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com