Dilansir dari Harian Kompas, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk menjaga pengelolaan utang dan pembiayaan APBN agar selalu dalam kondisi aman.
Terkait debt service ratio terhadap penerimaan transaksi berjalan, Yustinus mengatakan, hingga tahun 2019, pemerintah selalu menjaga rasio tersebut di rentang bawah rekomendasi IMF.
Sayangnya, saat pandemi terjadi pada 2020, rasio ini meningkat menjadi 39,39 persen. Kenaikan serupa juga terjadi di sejumlah negara, seperti Filipina (48,9 persen), Thailand (50,4 persen), China (61,7 persen), Korea Selatan (48,4 persen), dan Amerika Serikat (131,2 persen).
Yustinus mengatakan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menekan beban bunga utang, antara lain lewat pembagian beban (burden sharing) dengan Bank Indonesia, konversi pinjaman luar negeri dengan suku bunga mendekati nol persen, hingga penurunan imbal hasil surat berharga negara (SBN) menjadi 5,85 persen.
Baca juga: Naik Lagi, Utang Luar Negeri RI Tembus Rp 6.058 Triliun
Dengan berbagai strategi dan respons kebijakan tersebut, Yustinus mengatakan, stabilitas fiskal dan ekonomi relatif baik.
Terbukti, klaim dia, lembaga pemeringkat kredit internasional mengapresiasi dan mempertahankan peringkat Indonesia. Padahal, 124 negara mengalami penurunan, bahkan ada yang meminta pengampunan utang.
”Pemerintah sependapat untuk terus waspada. Kita mengajak semua pihak bekerja sama dalam mendukung pengelolaan pembiayaan negara agar hati-hati, kredibel, dan terukur," ungkap Yustinus.
"Reformasi pajak untuk optimalisasi pendapatan negara juga terus dilakukan agar kemampuan membayar utang juga terjaga,” ujar dia lagi.
Baca juga: Janji Jokowi Pertumbuhan Ekonomi Meroket 7 Persen dan Realisasinya pada 2015-2020
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.