KOMPASIANA---Saat ini kehadiran media sosial tidak dapat lepas dari genggaman.
Selain sebagai sarana berkomunikasi dan hiburan, media sosial juga menjadi tempat curhat.
Adapun curhatan yang dibahas di media sosial pun beragam, rata-rata mengenai masalah kehidupan sehari-hari, seputar pekerjaan di kantor, konflik dengan keluarga, hingga masalah hubungan asmara.
Mengasyikkan? Betul sekali. Tetapi, bukankah lebih aman jika itu terjadi di buku diary?
Meski menuangkan keluh kesah di media sosial merupakan hak bagi setiap orang. Namun perlu diingat, curhat di media sosial ternyata dapat membawa risiko di kemudian hari.
Selain mengenai curhat di media sosial ada juga mengabadikan riwayat hidup melalui jurnal harian serta memahami dan menghindari 4 risiko menjadi "angel listener" bagi sahabat.
Berikut konten-konten menarik dan populer di Kompasiana:
1. Curhat di Media Sosial Tidaklah Salah, tapi Jangan Lupakan Hal Ini
Keberadaan media sosial sering kali dimanfaatkan sebagai wadah untuk curhat.
Tak jarang, aktivitas ini kerap digandrungi semua orang karena dapat membuat hati dan pikiran menjadi lega, apalagi jika curhatan yang diposting disambut dengan like dan komentar yang mendukung.
Kompasianer Deddy Husein Suryanto melihat bahwa fenomena curhat di media sosial itu sebagai pengobatan mental secara mandiri.
Namun, meski curhat di media sosial itu mengasyikan dan memunculkan perasaan lega, nyatanya hal tersebut dapat membawa dampak negatif dan membuat ketagihan.
Lalu, bagaimana untuk survive dari kebiasaan curhat di medsos? (Baca selengkapnya)
2. Mengabadikan Riwayat Hidup Melalui Jurnal Harian
Pembaca sekalian, apakah di antara kalian ada yang masih menulis buku atau jurnal harian saat ini?