Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusahaan Membandel, Sri Mulyani Bakal Tarik Pajak Sampai ke Luar Negeri

Kompas.com - 28/06/2021, 18:53 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bakal meminta bantuan negara lain untuk menarik pajak perusahaan yang memiliki kewajiban membayar pajak di yurisdiksi lain.

Hal ini terkuak dalam revisi Kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang tengah dibahas bersama Komisi XI DPR RI.

"Jadi sekarang kita bisa menerima bantuan bagi negara yang mau menagih WP (wajib pajak) yang ada di Indonesia atau kita bisa minta tolong pada negara lain (atas) kewajiban WP yang ada di yurisdiksi lain," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (28/6/2021).

Baca juga: Hingga 16 Juni, Netflix Dkk Sudah Setor Pajak Rp 2,25 Triliun ke Kas Negara

Berdasarkan data OECD, ada sekitar 60-80 persen perdagangan dunia yang merupakan transaksi afiliasi, dilakukan oleh perusahaan yang bekerja multi yurisdiksi.

Untuk kasus indonesia, sebanyak 37-42 persen dilaporkan sebagai transaksi afiliasi dalam SPT Wajib Pajak (WP) badan.

Hal ini membuat ada potensi penggerusan basis pajak dan pergeseran laba mencapai 100-200 miliar dollar AS, atau setara dengan 4-10 persen penerimaan PPh Badan secara global.

Untuk itu, Sri Mulyani bekerja sama dengan negara lain dalam penarikan pajak guna memperkecil ruang penghindaran pajak global.

"Banyak WP badan yang menggunakan skema penghindaran pajak, sementara Indonesia belum memiliki instrumen penghindaran pajak yang komprehensif. Inilah yang digunakan sehingga kita bisa menghadapi praktek yang menggerus basis pajak," beber Sri Mulyani.

Di samping itu, kata dia, tren perusahaan yang melaporkan kerugian namun tetap beroperasi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Baca juga: Sri Mulyani Bakal Naikkan Pajak Orang Tajir Jadi 35 Persen

Pada tahun 2012 lalu, ada sekitar 5.199 perusahaan yang melaporkan kerugian. Kemudian pada tahun 2013-2017, perusahaan yang melaporkan rugi meningkat menjadi 6.004.

Tren peningkatan ini berlanjut pada 2014-2018 mencapai 7.110 perusahaan, dan melonjak menjadi 9.496 perusahaan dalam kurun 2015-2019.

Untuk itu, pemerintah berencana menerapkan pajak minimum (minimum tax) sebesar 1 persen atas penghasilan bruto pada perusahaan rugi yang masih mampu beroperasi.

"Wajib pajak ini melaporkan rugi namun mereka tetap beroperasi dan bahkan mereka mengembangkan berbagai usahanya di Indonesia. Secara dunia ini terjadi. Oleh karena itu perlu instrumen untuk menangkap penghindaran pajak secara global, yaitu penerapan minimum tax," pungkas Sri Mulyani.

Sebagai informasi, tarif pajak minimal yang dikenakan kepada perusahaan merugi adalah 1 persen dari dasar pengenaan pajak berupa penghasilan bruto.

Baca juga: Mulai Dibahas Bareng DPR, Ini Proposal Sri Mulyani Soal Aturan Baru Pajak

Kendati demikian, besaran PPh minimum sebesar 1 persen itu masih bisa diubah dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pihaknya juga akan mengatur Wajib Pajak badan yang kecualikan dari PPh minimum sebesar 1 persen dengan kriteria tertentu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com