Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gapero Minta Pemerintah Beri Kepastian Terkait Tarif Cukai Rokok

Kompas.com - 01/07/2021, 17:19 WIB
Kiki Safitri,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Sulami Bahar menilai, kondisi pandemi Covid-19 yang berkepanjangan berdampak pada Industri Hasil Tembakau (IHT).

Saat ini, produsen dan petani tembakau sedang menghadapi rencana pemerintah menaikkan tarif cukai tahun ini yang tentunya memberatkan produsen dan petani.

Maka dari itu, Sulami berharap ada kebijakan dari pemerintah yang bisa mengurangi beban para pelaku IHT, salah satunya terkait tarif cukai yang diharapkan tidak dinaikkan di tahun ini.

Baca juga: Bank Dunia Rekomendasikan Indonesia Naikkan Tarif Cukai Rokok Untuk Dongkrak Pendapatan Negara

“Keputusan kenaikan cukai untuk tahun 2021 sangat memberatkan bagi produsen dan petani. Yang terjadi saat ini malah meledak lagi dan terjadi pengetatan, produsen mengurangi produksi karena penurunan permintaan konsumen, petani kekurangan serapan permintaan dari sektor hilir. Kami sebagai produsen bisa tetap produksi saja sudah syukur,” tutur Sulami dalam siaran pers, Kamis (1/6/2021).

Dia mengatakan, secara agregat di segala segmen sepanjang tahun 2020, produksi IHT mengalami kontraksi produksi mencapai -9,7 persen.

Adapun perkembangan hingga Mei 2021 tren penurunan produksi masih terjadi di kisaran -4,3 persen persen dari tahun 2020.

Sulami mengatakan, tren negatif masih terus berlanjut karena pandemi memang terbukti menurunkan daya beli masyarakat.

Bukan tidak mungkin, katanya, penurunan produksi tahun ini lebih tajam dari tahun lalu karena pengendalian pandemi belum ada perbaikan signifikan.

Baca juga: Pengusaha Rokok Klaim Revisi PP 109/2012 Sebabkan Pabrik Gulung Tikar

“Baru-baru ini, pelaku IHT kembali dibuat cemas dengan naiknya isu soal anjuran agar tarif cukai kembali dinaikkan, dan penyederhanaan struktur tarif cukai. Kedua hal membuat pelaku industri khawatir akan nasib mereka setiap tahunnya, ditambah lagi risiko kehilangan pekerjaan akibat pandemi juga di depan mata,” tambah dia.

Ketua GAPPRI Henry Najoan menyatakan, kenaikan cukai dan simplifikasi adalah faktor pendorong besar tekanan industri.

Simplifikasi tarif cukai akan paling dirasakan oleh produsen tembakau golongan II dan III, atau yang produksinya belum mencapai tiga miliar batang.

Menurut Henry, jika kembali diberlakukan, di tengah pandemi, efek terbesar adalah hilangnya produsen tembakau.

“Kita lihat saja sekarang ini produksi sudah turun, nanti bisa sangat berkurang lagi. Pasti yang akan berguguran duluan golongan II dan III, dan jika demikian, nanti rokok ilegal makin meningkat,” lanjutnya.

Baca juga: Kendalikan Konsumsi Rokok, Pemerintah DIminta Lakukan Simplifikasi Tarif Cukai

Ia juga meminta perlindungan pemerintah ke industri terus ada, termasuk rokok jenis kretek.

Misalnya ancaman aturan simplifikasi dan kenaikan cukai yang eksesif.

Dia mengatakan, tidak lama setelah Kementerian Keuangan menaikkan tarif rata-rata cukai rokok tahun 2020 sebesar 23 persen, jumlah rokok ilegal justru naik hampir 60 persen.

Data survei terakhir Kementerian Keuangan menyebut, pada tahun 2019 rokok ilegal ada di kisaran 3 persen, dan naik 4,8 persen di tahun 2020.

Pola ini sangat mungkin terulang bahkan meningkat, ketika tarif cukai kembali naik 12,5 persen tahun 2021.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Akuisisi, Mandala Finance Masih Fokus ke Bisnis Kendaraan Roda Dua

Setelah Akuisisi, Mandala Finance Masih Fokus ke Bisnis Kendaraan Roda Dua

Whats New
KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

Whats New
Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Whats New
IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

Whats New
Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Whats New
Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Whats New
Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Whats New
Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com