Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
AM Lilik Agung
Trainer bisnis

Mitra Pengelola GALERIHC, lembaga pengembangan SDM. Beralamat di lilik@galerihc.com.

Rontoknya Mal Kami

Kompas.com - 07/07/2021, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SECARA sederhana, isi utama dari mal itu ada tiga; department store (sebut saja toko serba ada), supermarket serta hypermarket (sebut saja pasar modern) dan kuliner.

Toko serba ada diwakili oleh Matahari, Ramayana, Metro, Sogo. Pada setiap daerah memiliki toko serba ada yang sudah menjadi penanda daerah tersebut, seperti misal Yogya di Jawa Barat, Rita di sepanjang jalur selatan Jawa Tengah dan Luwes di karesidenan Surakarta.

Seiring dengan menjamurnya merek-merek internasional yang masuk ke Indonesia, mal juga diserbu oleh specialty store yang hanya menjual satu merek saja. Sebut saja; Uniqlo, H&M, Mark and Spencer, Zara.

Pasar modern yang berada di mal diwakili oleh Super Indo, Hero, Carrefour, Hipermart, Lotte, Ranchmarket. Pada setiap daerah juga memiliki pasar modern yang sudah mengakar kuat di daerah tersebut, seperti Brastagi (Medan), Ramai (Yogya) dan Kaisar (Pontianak).

Untuk gerai kuliner, pada mal dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama, berada pada satu pusat kuliner, lazim disebut food court.

Kelompok kedua, berdiri sendiri yang gerainya ada pada sudut-sudut mal. Gerai kuliner ini ada yang mengusung waralaba global, jejaring nasional dan merek lokal.

Ada yang bermain pada makanan cepat saji, dine in, kedai kopi hingga aneka minuman. Tumpah ruah yang dijajakan gerai kuliner ini.

Untuk mal besar, ditambah dengan gerai toko buku (Gramedia, Gunung Agung), toko perkakas rumah tangga, furnitur dan elektronik (Ace Hardware, Informa, Courts, Electronic City, Best Denki, Electronic Solution), toko olah raga (Sport Station, Fisik Sport, MG Sport), bioskop, bank, pusat kebugaran dan berbagai jenis lainnya.

Mal besar menjelma menjadi penyedia semua kebutuhan manusia. Bahkan yang tidak berhubungan dengan belanja dan kesenangan, seperti misal tempat perpanjangan SIM, kursus bahasa asing dan aneka kursus lainnya.

Peran mal yang signifikan ini membawa pengaruh signifikan pula pada penyerapan tenaga kerja.

Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansjah menyebut ada tiga juta tenaga kerja yang terserap di sektor ritel beserta produk turunannya.

Sedangkan yang bekerja di pusat perbelanjaan lima puluh persennya, atau satu juta lima ratus ribu tenaga kerja.

Dampak pandemi

Perkembangan mal di Indonesia menjanjikan. Mal bertumbuh hingga ke kota dan kabupaten kecil. Mal menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat.

Hingga akhirnya datang pandemi yang meluluh-lantahkan industri ritel pada hulunya dan mal pada hilirnya. Belum pernah dalam sejarah hidupnya mal terpaksa tutup tiga bulan, dari April hingga Juni 2020.

Penutupan mal selama tiga bulan ini membawa dampak signifikan. Pertama yang terdampak pada sektor toko serba ada. Manusia banyak tinggal di rumah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com