Mobilitas terbatas sehingga kebutuhan untuk membeli pakaian -termasuk juga tas dan sepatu- turun drastis.
Sebagai alat ukurnya adalah Matahari dan Ramayana karena gerainya ada dari Sabang sampai Merauke. Selama tahun 2020 penjualan Matahari rontok 52,3 persen dibanding 2019.
Pendapatan bersih dari Rp 10,27 triliun (2019) menjadi Rp 4,83 triliun (2020). Ramayana yang melayani pelanggan kelas menengah-bawah setali-tiga uang.
Jika pada pada 2019 pendapatan bersih Ramayana berada pada angka Rp 5,59 triliun, maka di tahun 2020 terjun bebas 54,8 persen menjadi Rp 2,52 triliun.
Kinerja jeblok ini tentu bersinggungan erat dengan keberadaan tokonya. Pada berbagai mal, terpaksa Matahari dan Ramayana menutup gerainya.
Pandemi selama 2020 yang menohok toko serba ada, secara teori tidak terlalu berdampak pada sektor pasar modern. Bukankah manusia tetap perlu makan dan minum?
Dengan demikian, pelanggan tetap mendatangi mal untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari di pasar modern? Tidak demikian adanya.
Sebelum pandemi sebenarnya sudah ada perubahan perilaku berbelanja konsumen, walaupun belum terlampau signifikan.
Pelanggan masih banyak berbelanja kebutuhan sehari-hari untuk stok mingguan atau bulanan. Mereka mendatangi mal, untuk berbelanja di supermarket atau hypermarket.
Pandemi mempercepat perubahan perilaku ini. Mobilitas terbatas, menjadikan mayoritas pelanggan mengubah format belanja dari mingguan/bulanan menjadi harian. Minimarket yang ada pada setiap pengkolan jalan, menjadi jawabannya.
Pandemi akhirnya berdampak besar pada keberadaan pasar modern di mal. Banyak pasar modern mengibarkan bendera putih. Menyerah karena biaya operasional tidak bisa tertutup dengan pendapatan.
Mal alhasil ikut menanggung derita. Ruang besar yang disewa pasar modern, kosong melompong.
Siapa penyelamat mal? Bisnis kuliner.
Ada karakter kuliner yang tidak bisa digantikan oleh digital: meriung. Hubungan langsung antar manusia. Pembatasan mobilitas yang berlangsung lama tetap tidak bisa mencegah kodrat manusia sebagai mahkluk sosial.
Kuliner yang tersaji di mal menjadi pilihan utama untuk meriung kembali. Ditambah lagi beberapa jenis kuliner memang tidak bisa didaringkan (dijual online).