Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan WFO Diperketat, Menperin: Perusahaan yang Melanggar Kami Cabut Izinnya

Kompas.com - 07/07/2021, 18:46 WIB
Yohana Artha Uly,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan pengetatan pelaksanaan kerja di kantor atau work from office (WFO) pada perusahaan sektor esensial dan kritikal.

Perubahan aturan ini dimaksudkan untuk meminimalisasi mobilitas masyarakat pada masa PPKM Darurat dan mengurangi potensi penyebaran Covid-19.

"Kami melakukan beberapa penyesuaian, mencermati masukan dan memantau di lapangan, agar pengaturan lebih efisien," ujar Luhut dalam rapat virtual terkait PPKM Darurat, seperti dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu (7/7/2021).

Baca juga: Perusahaan Industri Wajib Laporkan Operasional Selama PPKM Darurat, Ini Caranya

Secara rinci, dalam rapat tersebut ada revisi untuk sektor esensial yang mencakup sebagai berikut:

  • Keuangan dan perbankan yakni hanya meliputi asuransi, bank, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan
  • Pasar modal
  • Teknologi informasi dan komunikasi yang meliputi operator seluler, data center, internet, pos, media terkait dengan penyebaran informasi kepada masyarakat.
  • Perhotelan non penanganan karantina
  • Industri orientasi ekspor di mana pihak perusahaan harus menunjukkan bukti contoh dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) selama 12 bulan terakhir atau dokumen lain yang menunjukkan rencana ekspor dan wajib memiliki izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI)

Baca juga: Kemenperin Awasi Ketat Operasional Industri yang Boleh Beroperasi Selama PPKM Darurat

Luhut mengatakan, untuk perusahaan di sektor keuangan dan perbankan, pasar modal, teknologi informasi dan komunikasi, serta perhotelan non penanganan karantina ketentuannya dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen staf.

Sementara untuk perusahaan di sektor industri orientasi ekspor ketentuannya dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal sebesar 50 persen staf yang bekerja di fasilitas produksi atau pabrik.

Namun, untuk di bagian perkantoran pendukung operasional hanya diperbolehkan maksimal 10 persen staf.

Sedangkan revisi untuk perusahaan di sektor kritikal yakni menjadi terdiri dari:

- Kesehatan

- Keamanan dan ketertiban masyarakat

- Energi

- Logistik, transportasi, dan distribusi terutama untuk kebutuhan pokok masyarakat

- Makanan dan Minuman dan penunjangnya, termasuk untuk ternak/hewan peliharaan

- Petrokimia

- Semen dan bahan bangunan

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com