Oleh: Muhammad Iman Sastra Mihajat, Ph.D*
BANK Muamalat Indonesia (BMI) adalah bank Syariah warisan para ulama (MUI) dan cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang harus kita jaga Bersama.
Akan tetapi karena salah urus, BMI telah mengalami kerugian dan penurunan asset terus menerus sejak 8 tahuh terakhir ini. Meskipun BMI pernah mengalami masa kejayaannya selama 15 tahun pasca krisis 1998.
Update: Klarifikasi Kolumnis atas Artikel “Strategi Menyelamatkan Bank Muamalat Indonesia”
Dalam 15 tahun pascakrisis, BMI sukses menurunkan NPF, menaikkan return on equity (ROE), menaikkan asset, meningkatkan keuntungan dan menekan NPF ke level terendah.
Baca juga: Maruf Amin: Bank Muamalat Boleh Sakit, Tapi Tak Boleh Mati
Namun, cerita kejayaan BMI ini hanya bertahan 15 tahun pascakrisis moneter 1998. Delapan tahun terakhir, BMI terus mengalami penurunan kinerja yang sangat drastis baik dari sisi asset, NPF, DPK, pembiayaan, dan keuntungan.
Dari sisi asset, pada tahun 2014 aset BMI sempat menyentuh Rp 62 T akan tetapi pada tahun 2020, asset BMI hanya tinggal 51 T.
Penurunan ini juga dialami dari sisi pembiayaan yang disebabkan oleh kualitas asset yang tidak baik, pembiayaan BMI merosot tajam dari angka Rp 42 T menjadi hanya Rp 29 T.
Dari sisi DPK, penurunan DPK BMI sebanyak 19 persen, dari Rp 51 T menjadi Rp 41 T pada akhir tahun 2020. Hal ini disebabkan kepercayaan masyarakat meletakkan dananya di BMI menurun drastis.
Dari sisi keuntungan, BMI pada tahun 2013 sempat menyentuh rekor sebesar Rp 476 M. Akan tetapi pada tahun 2014, keuntungan BMI sempat terjun bebas di angka Rp 59 M dan pada akhir tahun 2020 hanya tersisa Rp 10 M.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.