Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herman Darnel Ibrahim

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) 2020 – 2025

Merenungkan Ambisi Dunia Menuju Zero Emission

Kompas.com - 19/07/2021, 15:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Presiden negara terbesar kedua penghasil emisi saja, yaitu AS, pernah menarik diri dari Paris Agreement. Lalu China penghasil emisi terbesar, saat ini lebih dari 75 persen bahan bakar pembangkit listriknya masih menggunakan batu bara.

Peluang Pasar

Di sisi lain gagasan dan semangat net zero emission yang diprakarsai negara maju, juga belum tentu murni untuk perubahan iklim. Transisi energi akan membutuhkan infrastruktur baru, teknologi baru, investasi besar, dan pendanaan, untuk mengubah pasokan dari fosil ke energi terbarukan.

Bagi negara-negara maju, perubahan ini adalah peluang pasar/ekonomi. Adapun, bagi negara berkembang ini akan menambah beban/liabilities, akibat adanya stranded asset seperti batu bara yang tak lagi memiliki nilai ekonomi, dan pembangkit listrik yang akan retiring (pensiun dini) dan upaya-upaya lainnya.

Dalam transisi energi menuju bebas karbon, negara maju yang sudah makmur hanya menghadapi tantangan To Go Green [menurunkan emisi] dan mendapat peluang pasar besar dalam berbagai sektor.

Sementara itu, bagi negara berkembang seperti Indonesia, dalam transisi tersebut akan dihadapkan pada 2 (dua) tantangan besar To Grow dan To Go Green, ditambah adanya ancaman stranded asset.

Transisi energi di negara berkembang tidak akan semudah dan semurah di negara maju. Selama ini, untuk mencukupi listrik, investasi untuk pengembangan infrastruktur dilakukan melalui utang atau mengundang investor dengan jaminan pemerintah.

Upaya menumbuhkan ekonomi untuk menjadi lebih makmur juga membutuhkan investasi dan modal besar untuk pengembangan industri dan infrastruktur lainnya.

Baca juga: DEN Dorong Percepatan Transisi Menuju Energi Baru Terbarukan

Idealnya To Grow dan To Go Green berjalan berasamaan. Namun, faktanya negara maju yang hanya menghadapi To Go Green saja masih terlihat lambat dan belum berhasil. Apalagi negara berkembang seperti Indonesia.

Mari kita coba renungkan. Apakah upaya penurunan emisi CO2 melaui COP UNFCC ini benar-benar akan berhasil? Ataukah itu hanya sebuah gerakan euforia untuk pencitraan?

Seandainya To Grow dan To Go Green tak bisa bersamaan, mana yang akan dikorbankan? Apakah To Grow?

Apakah dalam membuat rencana dan target transisi energi, kita akan menyamai target negara- negara maju yang sudah makmur dan mencapai puncak emisinya sejak puluhan tahun lalu? Atau kita akan memilih lebih realistis dengan pertimbangan lateral?

Tidak perlukah kita meminta pengertian dunia bahwa untuk 10-15 tahun ke depan masih perlu dukungan energi fosil, seperti batu bara yang lebih murah dan tersedia dari domestik?

Keyakinan saya pribadi, net zero emission hanya akan terwujud jika ada penemuan luar biasa sumber energi bersih dan teknologi yang belum bisa dibayangkan apa dan bagaimana bentuknya.

Atau, akan terwujud jika semua masyarakat dunia membatasi penggunaan energi sebagaimana telah dilakukan oleh etnis Amish di Amerika dan Etnis Badui di Indonesia, yang membatasi penggunaan listrik dan kendaraan bermesin dalam kehidupan mereka. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com