Beberapa tahun terakhir, situasi berubah. Protokol Kyoto ditinggalkan karena negara Annex 1 memilih untuk tidak mematuhi Protokol tersebut.
Selain itu, arahnya berubah dengan kesepakatan baru di mana semua negara termasuk negara berkembang dengan pendapatan rendah (low income) diminta ikut menurunkan emisinya.
Oleh sebab itu, COP UNFCCC pada 2015 yang disebut dengan Paris Agreement merekomendasikan untuk tercapainya zero emission pada 2050.
Negara berkembang “diprovokasi” untuk tidak menggunakan energi batu bara dengan ancaman “embargo ekspor”. Padahal, dulu negara negara maju tersebut menjadi makmur melalui penggunaan energi fosil, seperti batu bara untuk menggerakan industrialisasi yang menghasilkan sekitar 75 persen emisi CO2 dunia.
Mencermati kisah dan jalannnya pembahasan dan realisasi hasil aksi penurunan emisi COP UNFCCC sejak 25 tahun lalu tak terbayangkan bahwa itu akan berjalan lancar dan berhasil sesuai kesepakatan.
Baca juga: PLN akan Bangun Pembangkit EBT Setelah Program 35.000 MW Selesai
Presiden negara terbesar kedua penghasil emisi saja, yaitu AS, pernah menarik diri dari Paris Agreement. Lalu China penghasil emisi terbesar, saat ini lebih dari 75 persen bahan bakar pembangkit listriknya masih menggunakan batu bara.
Di sisi lain gagasan dan semangat net zero emission yang diprakarsai negara maju, juga belum tentu murni untuk perubahan iklim. Transisi energi akan membutuhkan infrastruktur baru, teknologi baru, investasi besar, dan pendanaan, untuk mengubah pasokan dari fosil ke energi terbarukan.
Bagi negara-negara maju, perubahan ini adalah peluang pasar/ekonomi. Adapun, bagi negara berkembang ini akan menambah beban/liabilities, akibat adanya stranded asset seperti batu bara yang tak lagi memiliki nilai ekonomi, dan pembangkit listrik yang akan retiring (pensiun dini) dan upaya-upaya lainnya.
Dalam transisi energi menuju bebas karbon, negara maju yang sudah makmur hanya menghadapi tantangan To Go Green [menurunkan emisi] dan mendapat peluang pasar besar dalam berbagai sektor.
Sementara itu, bagi negara berkembang seperti Indonesia, dalam transisi tersebut akan dihadapkan pada 2 (dua) tantangan besar To Grow dan To Go Green, ditambah adanya ancaman stranded asset.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.