Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

"Nation Brand" dan Hasrat Indonesia Menjadi Tuan Rumah Olimpiade 2032

Kompas.com - 19/07/2021, 21:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Frangky Selamat

OLIMPIADE Tokyo 2020 yang akan berlangsung mulai 23 Juli hingga 8 Agustus 2021 mungkin akan menjadi pesta olahraga dunia yang paling sunyi sepanjang sejarah.

Betapa tidak. Gubernur Tokyo Yurike Koike menyampaikan pengumuman larangan bagi penonton datang ke venue berdasarkan hasil rapat antara Komite Olimpiade Internasional (IOC) dengan Panitia Lokal Olimpiade Tokyo (TOCOG) pada Kamis 8 Juli 2021.

Sebelumnya pada 20 Maret 2021, Ketua Olimpiade Seiko Hashimoto telah mengumumkan untuk tidak menerima kedatangan penonton dari luar Jepang. Kini semua penontoh dilarang hadir. Maka genaplah, bangku venue akan kosong-melompong tanpa penonton. Sepi, tanpa hingar-bingar dan teriakan supporter dari berbagai negara.

Panitia dipastikan kehilangan pendapatan jutaan dollar dari penjualan tiket dan buyar juga harapan pemerintah Jepang untuk memperlihatkan kemegahan Jepang menyelenggarakan olimpiade, walaupun lima miliar pasang mata diharapkan menyaksikan perhelatan yang telah ditunda setahun ini, secara langsung melalui layar televisi.

Membayangkan olimpiade yang sepi di Jepang mungkin tidak terjadi jika diselenggarakan di Indonesia pada 2032. Bagaimana mungkin?

Ya, Indonesia telah mengajukan diri menjadi tuan rumah olimpiade pada 2032, sebelas tahun dari tahun ini. Keseriusan ini juga ditunjukkan dengan penerbitan Keppres pada 21 April 2021.

Baca juga: Futurismo: Aksi Korporasi Amazon dan Brand Memory MGM

Sarana membangun nation brand

Apakah Indonesia bermimpi?

Kesuksesan penyelenggaraan Asian Games 2018 di Jakarta telah membuka mata dunia bahwa Indonesia mampu menyelenggarakan perhelatan internasional setelah Asian Games 1962 dan SEA Games yang sudah empat kali diselenggarakan di Indonesia.

Seperti dilansir setgab.go.id, Presiden Jokowi mengatakan "Asian Games maupun Asian Paragames di 2018 telah sukses kita selenggarakan. Ini membuka rasa percaya diri, juga membuka mata dunia bahwa Indonesia mampu menjadi tuan rumah yang baik dalam event internasional. Oleh sebab itu, 2018 kita secara resmi telah mencalonkan untuk menjadi tuan rumah olimpiade di tahun 2032," ujar Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas yang dilakukan secara daring pada 4 November 2020.

Perspektif baru penyelenggaraan pesta olahraga internasional yang hemat, sederhana namun kreatif dan inovatif, memberikan peluang bagi Indonesia untuk tampil menjadi tuan rumah.

Presiden juga mengemukakan bahwa tujuan Indonesia untuk menjadi tuan rumah olimpiade adalah untuk meningkatkan citra dan martabat bangsa. Bukan untuk gagah-gagahan.
Citra dan martabat bangsa.

Ya, jika diterjemahkan dalam perspektif pemasaran, olimpiade atau ajang internasional multi event lainnya dijadikan sarana untuk membangun nation brand.

Nation brand merujuk pada sebuah jejaring arti di dalam pikiran orang berdasarkan visualisasi, verbal dan ekspresi perilaku dari suatu negara (Steenkamp, 2019). Brand yang dibangun terkait dengan budaya suatu negara.

Ketika arti itu muncul sebagai hasil manajemen aktif dan upaya strategis untuk mengembangkan makna khusus dari para pembuat kebijakan, maka disebut nation branding (Kotler & Gertner, 2002).

Nation brand yang kuat dapat membantu menarik wisatawan, foreign direct investment, tenaga kerja terlatih, meningkatkan ekspor, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan soft power suatu negara (Wang dkk, 2020).

Sama seperti brand pada produk yang membantu konsumen ketika mengambil keputusan pembelian, demikian pula nation brand, bagi para investor, konsumen di luar negeri atau mitra dari negara lain.

Mereka pun dipengaruhi oleh nation brand ketika akan berinvestasi atau menjalin kerja sama dengan mitra negara asing.

Baca juga: Asian Games dan Nation Branding Indonesia

Langkah membangun

Upaya membangun dan mengembangkan nation brand berbasis pada model cultural branding (Kumar & Steenkamp, 2013) dan model brand equity.

Secara keseluruhan terdapat enam langkah yang mesti dijalankan pemasar nation brand untuk memilih makna khusus yang terkait dengan suatu negara yang kemudian mengembangkan strategi untuk implementasi (Steenkamp, 2019).

Langkah pertama adalah analisis strategis. Pemasar menganalisis tren, motivasi pasar yang dituju, citra, kekuatan dan kelemahan negara lain. Sebaiknya diadakan penilaian yang realistis menyangkut kekuatan dan kapabilitas negara.

Kedua, mengembangkan dan memilih makna yang mungkin mengenai negara. Makna yang dipilih dapat diakui secara global, dapat dipercaya, relevan dan belum dimiliki negara lain.

Ketiga, mengembangkan strategi pemasaran untuk menyampaikan makna. Pemasar harus bekerja sama dengan penyusun kebijakan agar makna ini dapat disampaikan dengan efektif. Contoh, jika suatu negara diposisikan sebagai negara yang bersahabat bagi pendatang asing, maka kebijakan pemberian visa harus mendukung, penggunaan bahasa Inggris terkait informasi relevan, tersedia.

Keempat, mengukur bagaimana negara dipersepsikan oleh segmen tertentu. Ini dilakukan untuk menginvestigasi kemungkinan makna yang "ditangkap" cenderung berlebihan, baik secara positif atau negatif oleh segmen yang dituju di negara asing.

Kelima, memonitor dan mengukur nation equity. Hal ini untuk mengetahui di mana posisi nation brand di mata segmen yang dituju. Apakah tergolong kuat, lemah, menjanjikan atau meredup.

Terakhir, mengkuantifikasi nation equity. Menguatnya nation brand akan memberikan pengaruh positif bagi pariwisata, investasi asing dan aspek ekonomi lain. Demikian pula dapat meningkatkan kekuatan politik antar bangsa. Dampak positif itu mestinya dapat dikuantifikasi.

Tantangan

Upaya Indonesia mencalonkan diri menjadi tuan rumah Olimpiade 2032 tentu patut didukung semua pihak walau kini pandemi belum juga terkendali.

Hasrat yang bagi sebagian kalangan dianggap mimpi ini mestinya dapat dijadikan momen untuk memperlihatkan kebangkitan Indonesia dari pandemi, yang telah menimbulkan kerusakan di berbagai sektor kehidupan. Sebuah harapan, pandemi ini bisa dilalui dan intensi untuk bangkit.

Proses yang dilalui memang masih panjang, dari tiga fase yaitu targeted dialogue, continuous dialogue dan interest party seperti diungkap ketua umum Komite Olimpiade Indonesia, Raja Okto Saptahari, seperti dikabarkan Kompas.com (2 Juni 2021).

Indonesia kini berada pada tahap continuous dialogue, sedikit tertinggal dari Brisbane, Australia, yang juga mencalonkan diri, yang kini pada tahap targeted dialogue.

Penentuan tuan rumah yang sesungguhnya akan diumumkan pada 2024. Masih tiga tahun dari sekarang.

Kini krisis karena pandemi masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia. Membenahi kondisi di depan mata merupakan langkah awal memperbaiki nation brand yang sedang terpuruk. Tidak mesti menunggu 2024 apalagi 2032.

Frangky Selamat
Dosen Tetap Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Tarumanagara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com