Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporan: Bantuan Pemerintah di Sektor Perikanan Tangkap Picu Overfishing

Kompas.com - 26/07/2021, 13:39 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bantuan pemerintah untuk sektor perikanan tangkap dinilai memerlukan revisi. Bantuan disebut tidak efektif mendukung komunitas perikanan dalam jangka panjang, khususnya untuk para nelayan.

Laporan terbaru Institute for Sustainable Development (IISD), WWF Indonesia dan Marine Change yang menyebut beberapa bentuk bantuan pemerintah dapat mengakibatkan upaya penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing).

“(Karena itu) Efektivitas dari berbagai kebijakan tersebut harus segera dievaluasi,” ujar penulis utama laporan, Anissa Suharsono dalam siaran pers, Senin (26/7/2021).

Baca juga: KKP Buka Formasi CPNS 2021, Kuota Terbanyak Jadi Penyuluh Perikanan

Tercatat bantuan untuk sektor perikanan tangkap cukup signifikan, jumlahnya 140-210 juta dollar AS per tahun. Akan tetapi, belum jelas apakah bentuk bantuan pemerintah itu memberi dampak sosial ekonomi yang diharapkan tanpa menyebabkan beban kerusakan lingkungan untuk sektor tersebut.

Anissa menyebut, walaupun berbagai bantuan pemerintah memiliki peran penting dalam mencapai tujuan kebijakan publik, seperti pengentasan kemiskinan, tapi tidak semua bentuk bantuan sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dalam jangka panjang.

"Seiring dengan kondisi sosial ekonomi komunitas nelayan yang bergantung pada sektor perikanan, beberapa bentuk bantuan pemerintah berpotensi membahayakan keberlanjutan sektor perikanan," beber dia.

Salah satu bantuan yang memicu overfishing adalah bantuan bahan bakar untuk para nelayan. Bantuan ini mewakili 50 persen dari bentuk bantuan tahunan pemerintah pusat terhadap sektor perikanan pada 2017-2020.

Penelitian awal menunjukkan, bantuan bahan bakar lebih menguntungkan pemilik kapal ketimbang para nelayan yang seharusnya merupakan sasaran utama penerima.

"Bantuan juga sulit diakses oleh komunitas perikanan di daerah-daerah terpencil," tutur Anissa.

Secara bersama-sama, bantuan bahan bakar, program pengembangan pembangunan, pemeliharaan dan akses terhadap infrastruktur perikanan menyumbang sekitar 90 persen terhadap seluruh bantuan tahun 2017-2020.

Bantuan lainnya yang dianggap tidak sesuai adalah modernisasi kapal penangkap ikan, termasuk mesin-mesin dan peralatan penangkap ikan.

Bentuk-bentuk bantuan ini sebagian besar ditargetkan untuk penangkapan ikan pelagis, yang status stok untuk sebagian di antaranya sudah berada di level fully-exploited bahkan over-exploited.

"Berbagai bentuk dukungan di tingkat provinsi tersebut berisiko meningkatkan kapasitas penangkapan berlebihan di WPP lainnya," ungkap Anissa.

Manajer Perikanan dan Akuakultur di WWF Indonesia, Cut Desyana menambahkan, pemerintah perlu memastikan bantuan bisa mendukung kemampuan sektor perikanan. Bantuan yang tepat akan mampu menyediakan ketahanan pangan dan mata pencaharian bagi penduduk lokal secara berkelanjutan.

Pasalnya, sektor perikanan adalah salah satu kunci bagi pengembangan berkelanjutan di Indonesia.

"Karena sektor perikanan tangkap merupakan sumber penting untuk pangan, penyedia lapangan kerja, dan pendapatan,” pungkas Cut.

Baca juga: Pengamat Perikanan Sebut Masa Depan Bisnis Ikan Hias Masih Cerah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com