Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan IMF Revisi ke Bawah Outlook Ekonomi Negara Emerging Termasuk RI

Kompas.com - 28/07/2021, 16:36 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dana Moneter Internasional/International Monetary Fund (IMF) merevisi ke bawah outlook pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang.

Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Juni 2021, ekonomi negara berkembang mengalami revisi ke bawah 0,4 persen menjadi 6,3 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri mengalami revisi dari 4,3 persen menjadi 3,9 persen.

Begitu pula dengan Filipina dari 6,9 persen menjadi 5,4 persen dan Malaysia dari awalnya 5,5 persen menjadi 4,7 persen. Pertumbuhan negara Asia mencapai 7,5 persen tahun ini, ditopang oleh China sebesar 8,1 persen dan India 9,5 persen.

Baca juga: ADB Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2021 Jadi 4,1 Persen

Mengutip laporan WEO, Rabu (28/7/2021), revisi pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh turunnya pertumbuhan di negara-negara Asia.

Di India, IMF menurunkan proyeksi lantaran terjadi gelombang kedua Covid-19 sepanjang Maret-Mei. Lembaga donor tersebut memperkirakan, pemulihan ekonomi India akan berjalan lambat.

"Dinamika serupa juga terjadi di kelompok negara ASEAN-5, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam di mana gelombang infeksi Covid-19 baru-baru ini menyebabkan terhambatnya aktifitas," tulis laporan.

Alasan lainnya, adanya divergensi pemulihan antar negara yang diproyeksi berlangsung hingga akhir tahun 2022 karena perbedaan akses mendapat vaksin, ketahanan fiskal, dan kebijakan moneter yang ditempuh suatu negara

IMF memproyeksi, beberapa negara emerging baru mampu meningkatkan akses vaksinasi pada tahun ini. Sementara negara-negara maju umumnya sudah on track dan mencapai ketersediaan vaksin pada musim panas tahun 2021.

Sedangkan beberapa negara lainnya diasumsi baru mendapat akses vaksinasi secara menyeluruh pada akhir tahun 2022.

"Dasarnya adalah mengasumsikan adanya kemungkinan gelombang susulan sebelum vaksin tersedia secara luas," tulis IMF.

Baca juga: ADB Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia 2021 Jadi 7,2 Persen

Dari sisi moneter, beberapa bank sentral negara berkembang mulai mengurangi dukungan moneter yang direlaksasi saat pandemi Covid-19.

Pengurangan juga berlanjut pada akhir tahun 2021 ini. Sementara bank sentral negara maju salah satunya The Fed, baru akan merelaksasi kebijakan pada tahun 2020.

Namun di sisi lain, IMF memproyeksi defisit sebagian besar negara berkembang menurun pada tahun 2021.

Harga komoditas unggulan seperti kelapa sawit juga diperkirakan meningkat pesat, jauh lebih cepat dari yang diasumsikan WEO bulan April lalu.

"Di tengah pemulihan, harga minyak akan naik mendekati 60 persen di atas basis rendahnya pada tahun 2020. Sementara harga komoditas non minyak diperkirakan akan naik mendekati 30 persen di atas level tahun 2020," sebut laporan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com