Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Dunia: Kesenjangan Digital Indonesia Lebar, 49 Persen Penduduk Belum Akses Internet

Kompas.com - 29/07/2021, 12:01 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia (World Bank) menyebut, kesenjangan digital akan akses internet di Indonesia masih begitu lebar, terbukti sebanyak 49 persen penduduk dewasa di Indonesia masih belum memiliki akses internet.

Masyarakat Indonesia yang berada pada kelompok 10 persen distribusi pendapatan tertinggi memiliki kemungkinan mendapatkan konektivitas lima kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berada pada kelompok 10 persen distribusi pendapatan terendah.

"Mungkin ada beberapa masyarakat yang tidak bisa berpartisipasi dalam teknologi digital ini dan mereka bisa tertinggal. Hampir separuh dari masyarakat dewasa di Indonesia tidak bisa mengakses internet. Dan artinya mereka tidak bisa memanfaatkan buah dari teknologi digital ini," kata Direktur Bank Dunia untuk Indonesia, Satu Kahkonen dalam virtual launch Bank Dunia, Kamis (29/7/2021).

Baca juga: Bank Dunia Sebut Dua Pertiga Pekerjaan di Indonesia Berkualitas Rendah

Kahkonen menyebut, penyebab utamanya karena akses keterjangkauan yang berbeda antar wilayah, meski investasi swasta dalam infrastruktur mobile broadband telah memperluas akses dan mengurangi biaya internet.

Biaya dan keterjangkauan ini menjadi penghambat penggunaan fixed broadband bagi 44 persen rumah tangga di Indonesia. Tercatat, hanya 4 persen penduduk Indonesia yang mengakses internet melalui fixed broadband. Angka ini sekaligus menunjukkan rendahnya penetrasi dibanding negara Asia Tenggara lainnya.

Padahal, pertumbuhan populasi pengguna internet yang pesat telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu perekonomian digital dengan pertumbuhan tertinggi di Asia Tenggara.

Jumlah orang dewasa yang memiliki akses internet telah melonjak lebih dari tiga kali lipat dari 13 persen pada tahun 2011 menjadi 51 persen pada tahun 2019.

"Kesenjangan ini masih terasa di berbagai dimensi ruang, ekonomi, dan sosial," tutur Kahkonen.

Di samping isu keterhubungan, isu lain yang menghambat inklusifitas digital di Indonesia adalah peluang pekerjaan gig digital baru hanya terkonsentrasi pada wilayah dan sektor tertentu.

Bank Dunia menggarisbawahi, pekerjaan gig digital yang bermunculan dengan upah tinggi hanya terbatas bagi pekerja laki-laki yang tinggal di wilayah perkotaan.

"Pekerja dengan keterampilan yang lebih tinggi telah memanfaatkan lebih banyak peluang yang ditawarkan perekonomian digital dibandingkan pekerja dengan keterampilan yang lebih rendah," sebut Kahkonen.

Baca juga: BI: Ekonomi Syariah Perkecil Kesenjangan Si Kaya dengan Si Miskin

Kemudian, pekerja di suatu perusahaan sektor tertentu memiliki keterbatasan untuk mengakses spektrum yang lebih luas karena tingkat adopsi perusahaan itu masih kecil. Tingkat adopsi teknologi ini makin rendah ketika melihat usaha kecil dan menengah.

Tingkat pengadopsian baru berubah saat pandemi terjadi yang memaksa dunia usaha perlu mempercepat penggunaan digital. Keterpaksaan ini pun muncul ketika didukung dengan kebijakan yang melengkapi perkembangan tersebut.

"Jadi gar teknologi digital dapat mengatasi masalah utama kesenjangan yang telah terjadi dalam jangka panjang, teknologi digital perlu diadopsi dan diterapkan secara luas oleh pemerintah," tandas Kahkonen.

Baca juga: Kesenjangan akibat Teknologi: Generasi Telegram Versus Generasi Instagram


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com