Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Kepemimpinan ala Crazy Rich Millennial

Kompas.com - 01/08/2021, 21:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BICARA soal kesuksesan, tentunya ada banyak persepsi apa yang disebut dengan kata “sukses”. Kata itu bermakna relatif dan setiap orang memiliki standarnya masing-masing.

Namun, ada dua profesi yang saat ini saya kira menjadi profesi yang digandrungi anak muda, yakni wirausaha dan juga kreator konten.

Menjadi seorang wirausaha bisa membantu banyak orang dan menjadi kreator konten dapat mengedukasi serta menghibur masyarakat banyak.

Bicara profesi kreator konten, pada tahun 2018 lalu, ada 85 Gold Creator Awards (penghargaan terhadap akun yang menembus satu juta pelanggan) dari Indonesia dibandingkan tahun 2017 yang hanya berjumlah 17.

Dari dua profesi ini, milenial bisa meraup pundi-pundi yang tidak sedikit sehingga bisa masuk menjadi crazy rich milennial.

Berbicara soal crazy rich millennial, fenomena ini tidak lepas dari film Crazy Rich Asians tahun 2018. Dari sini, istilah itu mulai digunakan oleh orang-orang yang memiliki kantong yang sangat dalam alias tajir melintir.

Sebuah laporan dari Knight Frank Wealth Report 2021 mengatakan bahwa pada tahun 2025, pertumbuhan orang-orang yang tergolong crazy rich Indonesia diperkirakan akan meningkat sebesar 67,2%. Angka ini mengalahkan Tiongkok yang hanya 46,3%.

Salah satu faktor pendukungnya yang mengakibatkan meningkatnya populasi crazy rich di Indonesia dalam lima tahun mendatang adalah besarnya populasi muda dan meningkatnya kaum kelas menengah.

Faktor pendukung sebenarnya yang menjadi menarik. Mengingat Indonesia akan mengalami bonus demografi dan sedang dalam perjalanan meraih hal tersebut, ini menjadi sinyal baik.

Hal ini berarti bahwa akan ada potensi munculnya crazy rich millennial baru di Indonesia. Namun, mencapai hal itu tentu sulit karena membutuhkan kerja keras, ketekunan serta semangat untuk tidak menyerah terhadap keadaan dan sifat kepemimpinan yang tinggi.

Namun, ketika berbicara soal kepemimpinan, generasi ini punya banyak potensi dan bakat untuk menjadi seorang pemimpin. Terlebih, dalam konteks keadaan sekarang di mana prinsipnya adalah VUCA, milenial memiliki kemampuan adaptif dan digital mindset yang sangat baik.

Ditambah, dengan keadaan pandemi sekarang, milenial tumbuh menjadi pemimpin yang empatik. Tidak hanya mereka yang berkecimpung di komunitas, namun juga ketika merintis wirausaha.

Hasil dari kemampuan adaptif dan mindset digital inilah yang membuat mereka memiliki karir yang sukses. Bahkan, tak jarang, berkat kemampuan dan kerja keras, yang awalnya hanya usaha kecil-kecilan, kini bisa memperkerjakan orang lain. Mulai dari membuat konten secara sembarang, kini menjadi pemain besar di platform digital seperti YouTube. Sampai akhirnya, kerja keras mereka membuat beberapa milenial dijuluki sebagai crazy rich.

Trait milenial sebagai pemimpin

Banyak literatur yang membahas bagaimana milenial akan mendisrupsi seluruh kerja di lingkungan organisasi. Selain itu, jika kita bicara soal bagaimana orientasi karir milenial di tempat mereka, ada keinginan yang cukup kuat bagi milenial untuk menjadi pemimpin.

Perlu diketahui juga bahwa konteks memimpin di sini tidak hanya membawahi anggota, namun bagaimana menggerakkan diri sendiri.

Riset kolaborasi dari INSEAD, Leadership Center MIT, Emerging Market Institute, Universum, dan The Head Institute tahun 2017, mengungkapkan dua fakta unik.

Pertama, sebanyak 65% milenial menemukan bahwa menjadi pemimpin adalah peran yang menarik serta penting bagi mereka.

Ada tiga hal mengapa milenial menganggap menjadi pemimpin penting: kesempatan untuk menjadi mentor (36%), menjadi pemimpin itu menantang (32%), dan memiliki tanggung jawab yang tinggi (32%).

Hal yang kedua adalah bagaimana gaya kepemimpinan mereka nantinya. Ada tiga hal yang ingin diadopsi milenial ketika menjadi pemimpin: mereka akan terbuka dengan feedback (42%), akan menularkan sikap yang positif (35%), dan menyusun target yang jelas (38%).

Selain itu, Alix Valenti (2019) dalam penelitiannya, mengkaji bagaimana preferensi kepemimpinan millennial.

Hasil studi ini mengungkapkan bahwa sebenarnya tidak ada preferensi karakter kepemimpinan yang berbeda antara generasi millennial dan yang lebih tua, yakni mereka menginginkan pemimpin yang mengedepankan inklusifitas, komunikasi dan feedback, peduli dengan orang lain, serta memiliki sense of justice.

Antara studi dari lembaga riset dan akademis ini memiliki kesamaan yang menarik. Ada trait yang sama-sama ingin dikedepankan oleh milenial, yakni feedback dan komunikasi terbuka.

Hal ini seakan membuktikan bahwa milenial menginginkan adanya hubungan antara pemimpin dan anggota. Tidak hanya sebatas hubungan profesional, melainkan mitra kerja. Mereka tidak ingin ada sekat hierarkis yang ketat, tetapi yang terpenting adalah hasil yang didapat.

Kalau melihat dua riset ini, kita bisa memahami bagaimana trait milenial sebagai pemimpin. Mereka punya potensi untuk menciptakan sebuah lingkungan yang inklusif, bersahabat, dan juga membuat para anggotanya bisa menularkan semangat kreativitas dan pemberdayaan di lingkungan organisasi.

Ini juga membuktikan bahwa milenial akan mampu berperan sebagai pemimpin dengan cara mereka sendiri.

Selain itu, ini mematahkan stigma negatif bahwa milenial tidak hanya terkenal dengan sikapnya yang kutu loncat dan mudah menyerah, tetapi juga mereka adalah sosok pemimpin yang visioner.

Khususnya, jika kita berbicara kepemimpinan ala crazy rich millennial, kita tidak bisa melewatkan fakta bahwa menjadi wirausaha adalah salah satu cara untuk menjadi miliader.Tidak sedikit milenial yang terjun ke jalur ini.

Sea Group berkolaborasi dengan WEF menggelar riset terkait orientasi pekerjaan terhadap 14.000 pemuda di Indonesia di tahun 2019. Hasilnya, 24% milenial Indonesia ingin membangun usaha sendiri.

Sebenarnya sudah banyak milenial yang telah membangun usahanya dari nol. Sebagai contoh, beberapa hari ke belakang, muncul nama Putra Siregar, seorang pemilik usaha handphone PS Store. Dia mendonasikan 1.100 hewan kurban saat Idul Adha yang membuatnya memecahkan rekor MURI. Namun, bukan kurbannya yang penulis soroti, melainkan kesungguhan karakter Putra.

Mengapa PS Store sukses salah satunya adalah karena branding terhadap bisnisnya sangat menarik. Dia membangun sebuah imajinasi bahwa toko yang dikelolanya ingin agar masyarakat bisa menikmati HP bagus dengan harga yang merakyat.

Selain itu, salah satu kesuksesan lainnya adalah Putra sering berbagi atau istilah kerennya melakukan give away. Menurutnya, berbagi adalah bentuk kepedulian terhadap sesama.

Ini termasuk sifat pemimpin karena jika melihat suksesnya PS Store ini, kuncinya terletak pada sifat kedermawanan dan empatik dari Putra Siregar sendiri.

Bagaimana crazy rich millennial memimpin

Ada fakta menarik di Amerika Serikat (AS), Go Daddy, salah satu perusahaan registrar domain dan web hosting menjalankan sebuah studi terhadap 3.000 orang (1.000 orang milenial, 1.000 orang Gen-X, dan 1.000 orang Baby Boomers).

Satu dari tiga milenial (30%) mengatakan kalau mereka memiliki usaha sampingan, dengan 19% milenial mengungkapkan bahwa bisnis sampingan itulah yang menjadi sumber pendapatan.

Kalau bicara soal crazy rich millennial, salah satu penyebab mengapa mereka menjadi jutawan adalah karena mereka berwirausaha ataupun menjabat dalam jajaran C-level.

Beberapa tahun terakhir, menjadi content creator di platform Youtube membuat para milenial kebanjiran rupiah. Sehingga, ada dorongan bagi mereka terus memproduksi konten dan kali ini, mereka juga tidak bisa sendiri. Namun, menjadi wirausaha juga merupakan opsi tersendiri.

Sebenarnya, baik milenial itu menjadi wirausaha ataupun menjadi content creator, ada satu kesamaan. Semakin mereka besar, semakin membutuhkan orang lain untuk bekerja di bawahnya.

Wirausaha jelas karena mereka ada kebutuhan untuk ekspansi usaha. Terlebih, mereka juga mungkin akan membuka cabang bahkan meluaskan usahanya ke beberapa sektor potensial. Sedangkan, content creator, semakin banyak subscriber mereka, ada banyak tuntutan terhadap konten mereka.

Masyarakat menanti setiap hari konten apa yang mereka produksi. Sehingga, mereka semakin memberdayakan orang.

Namun, sebelum melihat bagaimana crazy rich millennial ini memimpin, ada satu riset menarik tentang bagaimana kepemimpinan milenial di perusahaan.

Dalam satu studi kualitatif, Do, Nguyen, & Dinh (2018) menemukan bahwa para pemimpin muda di Vietnam memiliki kemampuan kepemimpinan untuk menginspirasi dan memotivasi bawahan dalam mengeksplorasi karakteristik umum seperti pendengar yang baik, optimisme, dan kebahagiaan.

Riset ini menjadi gambaran mengenai bagaimana milenial memimpin saat ini. Jika kita menggabungkan hasil riset di atas, milenial akan menjadi atasan yang memiliki empati tinggi, mengedepankan komunikasi serta feedback.

Terlebih, di era pandemi saat ini, memimpin dengan empati menjadi suatu hal yang wajib dilakukan. Namun, satu hal yang paling penting adalah mereka tahu bagaimana memperlakukan anggotanya.

Crazy rich millennial memiliki pandangan bagaimana pentingnya membangun followership dan ikatan antara pemimpin dan anggotanya. Mereka sadar, bahwa tanpa anggota, mereka tidak mampu mencapai kesuksesan yang sekarang mereka nikmati.

Ini ditunjukkan oleh seorang presenter populer, Raffi Ahmad. Artis yang juga sekaligus pengusaha yang mendirikan RANS Entertainment ini menunjukkan kepemimpinan yang empatik.

Raffi Ahmad terlihat sangat peduli kepada karyawannya. Bahkan, ketika COVID-19 naik, ia menyuruh karyawannya bekerja dari rumah bahkan menaikkan gaji mereka sebesar 20 persen.

Suatu hal yang menarik dan mengedepankan kondisi manusia yang ketika pandemi kesejahteraannya turun.

Sebelum pandemi pun, Raffi memang dikenal sebagai orang yang royal, terutama ketika karyawannya berhasil mengejar target bisnisnya. Dia tak tanggung-tanggung memberikan bonus yang besar bagi karyawannya. Alhasil, karyawannya pun menjadi lebih sejahtera dan semangat untuk bekerja.

Selain menyejahterakan karyawannya, Raffi dikenal sebagai sosok yang tidak mudah marah kecuali jika terlambat. Raffi menanamkan disiplin tinggi pada karyawannya untuk tidak terlambat bekerja.

Ada juga Arief Muhammad, seorang YouTuber dan juga pengusaha. Dalam memimpin usahanya, dia memperlakukan karyawannya dengan empatik dan memerhatikan kesejahteraannya.

Bulan lalu, dia membelikan baju kepada 70 karyawan yang bekerja bersamanya. Upaya ini sebagai bukti bahwa sosok Arief Muhammad ini sangat peduli terhadap karyawannya.

Selain itu, ada Gilang Widya Pramana. Sosok yang memiliki banyak usaha ini sangat mengetahui bagaimana memperlakukan karyawannya dengan layak.

Awal tahun 2021, tepatnya di bulan Februari, Gilang memberikan hadiah berupa mobil kepada anggotanya agar mereka lebih semangat dalam bekerja. Gilang mengetahui bahwa anggota perlu diperlakukan dengan baik dan empatik

Sosok selanjutnya adalah wanita yang dijuluki crazy rich Bali, Kadek Maharani Kemala Dewi. Wanita berusia 32 tahun itu telah memiliki banyak usaha yang cukup sukses, salah satunya adalah MS Glow yang didirikan olehnya dan istri Gilang Widya, Shandy Purnamasari.

Salah satu sifat kepemimpinan yang perlu diteladani adalah kegigihan dan kerja kerasnya serta dibarengi motivasi yang kuat untuk membahagiakan sekitar.

Jika bicara soal karyawan, Maharani juga memperhatikan kesejahteraan mereka. Bahkan, dia bersama sang suami pernah menghadiahkan mobil pada karyawan perusahaannya, Urban Company.

Selain itu, dia bahkan menganggap karyawannya itu sudah masuk ke lingkungan pertemanannya.

Dari sedikit cerita tentang mereka berempat, banyak hal yang bisa dipetik dari bagaimana seorang crazy rich memimpin. Mereka menjadi pemimpin yang empati dan mau berbagi dengan karyawannya, tidak peduli dengan latar belakangnya.

Mereka juga sangat perhatian kepada well-being karyawannya. Yang terpenting bagi crazy rich millennial adalah anggotanya giat bekerja, tetap produktif, dan mampu mengelola waktu dengan efektif. Tiga hal ini yang menjadi pilar penting bagi kepemimpinan crazy rich.

Para crazy rich millennial ini menunjukkan bahwa milenial bukanlah generasi yang mudah menyerah. Mereka justru adalah generasi pekerja keras, generasi pemimpin yang mengetahui bagaimana memanusiakan manusia dan memotivasi mereka melalui sikapnya.

Raffi Ahmad misalnya, tidak hanya memperhatikan well-being anggotanya, tetapi juga dia menunjukkannya melalui sikapnya yang pekerja keras. Begitu juga Gilang Widya dan Arief Muhammad serta Kadek Maharani Kemala Dewi.

Oleh karena itu, milenial punya kecenderungan menjadi pemimpin yang arif, bijak, dermawan dan empatik.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com