Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Komunikasi Kepemimpinan dalam Era Kenormalan Baru

Kompas.com - 02/08/2021, 21:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selain itu, para pemimpin yang tangkas ini akan jauh lebih mudah beradaptasi dengan keadaan dan merumuskan jalan keluar yang sesuai dengan situasi ini serta berpikir jangka panjang. Ditambah, pemimpin yang agile adalah pemimpin yang menyambut perubahan dalam menyambut berbagai ketidakpastian yang terjadi selama situasi krisis Corona berlangsung.

New Normal and Pattern of Communication

Covid 19 membuat gaya komunikasi pemimpin organisasi semakin dinamis dan interaktif. Mereka harus terus aktif mengolah dan mengunggah informasi dan data terkait krisis dengan sangat cepat.

Keterbukaan dan transparansi komunikasi pun menjadi demikian penting saat situasi genting saat ini. Perubahan gaya komunikasi pemmpin organisasi saat Covid 19 meliputi penekanan pada faktor isi pesan, mereka juga belajar cara penyampaian pesan agar lebih humanis, eksplisit, taktis dan agresif.

Makna agresif dalam situasi krisis berarti bersikap menjadi terlalu komunikatif menjadi hal yang sangat wajar disini, karena segala sesuatunya perlu perhatian ekstra dan pengawalan pekerjaan super ketat karena jarak jauh yang memisahkan.

Kecepatan menjadi senjata utama dalam berkomunikasi langsung dengan atasan dan rekan kerja mereka, mencari informasi dan data, dan terus membuat roda organisasi dapat terus berjalan walau dilakukan secara ‘remote’.

Prinsip komunikasi kepemimpinan saat krisis menyatakan kegagalan pemimpin disebabkan karena ketidakberhasilan mereka dalam memberikan arahan secara detil dan cepat kepada bawahan.

Hal in membuktikan apa yang disampaikan Solomon (2015) bahwa kehadiran (presence) dan menjadi terlihat (visible) merupakan dua indikator utama bagi pemimpin organisasi yang efektif dalam mengarungi situasi krisis.

Kepiawaian pemimpin dalam mengolah dan men ‘delivery’pesan perlu juga disikapi oleh pola pikir yang kritis dalam mencerna informasi agar dapat terhindar dari bencana komunikasi ‘chaotic communication’.

Terlebih, pada saat pandemik terjadi, situasi perusahaan dan organisasi membutuhkan perubahan. Mereka perlu menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat saat atau pasca-pandemic di kemudian hari.

Adaptasi perlu dilakukan setiap pemimpin perusahaan saat ini dan perubahan kebijakan perlu dikomunikasikan dengan baik dan terarah oleh anggota organisasi, sehingga implementasi kebijakan baru dalam institusi maupun perusahaan lebih optimal.

Pemimpin organisasi perlu melaksanakan pola komunikasi yang lebih terstruktur di tengah pandemic Covid 19. Kebijakan yang diputuskan juga perlu dihasilkan dengan kendali komunikasi yang tertata. Hal ini penting guna menghindari misinformasi, disinformasi bahkan malinformasi dalam situasi krisis.

Pesan yang disampaikan dalam situasi krisis yang cenderung spontan dan tidak terencana, menjadi ciri khas pesan yang perlu direncanakan lebih matang dalam proses penyampaian informasi kepada publik.

Saya meyakini ada beberapa karakteristik pemimpin organisasi yang efektif saat situasi krisis seperti pandemi Covid 19.

Pertama, pemimpin harus tampil kepermukaan, berada di depan, berbicara kepada publik dengan fakta terkini, tegas, dan mengambil keputusan dengan lugas. Tidak semua hal bisa didelegasikan, dalam krisis pemimpin organisasi sebaiknya tidak terlalu sering mendelegasi tugas.

Kedua, dalam situasi krisis pemimpin organisasi harus memiliki daya tahan pribadi dan daya juang tim yang kuat (strong leadership resilience), ketika krisis semua organisasi akan masuk pada metode bertahan (survival mode).

Dalam situasi seperti ini, karakteristik yang ketiga adalah pemimpin dituntut memiliki daya kreativitas di atas rata-rata dalam menghadapi berbagai situasi yang tidak bisa ditebak. Sudah seharusnya pemimpin mengedepankan dialog rutin bersama tim saat krisis terjadi, memikirkan berbagai alternatif solusi dari hadirnya berbagai permasalahan baru saat pandemi Covid 19 berlangsung.

Terakhir adalah komunikasi empati dengan pendekatan naratif (good story teller), pesan yang disampaikan dengan rasa, maka akan menguatkan informasi yang sebelumnya sudah akurat, transparan dan terbuka. Hal ini sangat efektif dalam menguatkan pengaruh serta menambah tingkat kepercayaan pemimpin dalam suatu organisasi atau perusahaan.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com