ABSENNYA penonton pada gelaran Olimpiade Tokyo 2020 membawa “keuntungan” bagi penonton televisi menyoal hubungan pelatih dengan atletnya. Komunikasi pelatih dengan atletnya terdengar jelas karena tiada keriuhan penonton.
Seperti jelas terdengar ketika Eng Hian memberi perintah sekaligus memotivasi dua atletnya, pasangan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu. Ada sisi menarik dari jawaban Apriyani Rahayu ketika mendengar perintah Eng Hian.
Hanya satu kata,”Siap!” Atau “Ya!” Tiada kata-kata lain. Apalagi dialog panjang dua arah.
Gelaran olimpiade selalu menguras luapan emosi. Selain para penonton di layar kaca, tentu pastinya atlet dan sang pelatih.
Pada momen-momen puncak, kepiawaian pelatih mendampingi atletnya menjadi perkakas utama atletnya untuk memenangkan pertandingan.
Lawan tanding dari sisi keterampilan sudah seimbang. Bahkan bisa jadi sedikit lebih unggul. Mental kemudian menjadi ujung tombak memenangkan pertandingan.
Itu yang dialami Eng Hian bersama atlet binaannya Greysia dan Apriyani dalam merebut emas bulutangkis Olimpiade Tokyo 2020.
Atlet hebat, apapun jenis olahraga yang ditekuni, selalu didampingi pelatih hebat. Dalam sejarah panjang olimpiade, tiada pernah ditemukan atlet hebat yang memenangkan medali emas tanpa didampingi pelatih.
Alhasil keberadaan pelatih menjadi begitu penting bagi atlet.
Pelatih (dalam bahasa universal disebut coach) mula pertama hadir pada wilayah olahraga. Dalam dua dekade terakhir, konsep pelatih diadopsi ke ranah bisnis.
Bahkan untuk konteks kepemimpinan, coaching (pembinaan) menjadi mantra paling banyak dibahas dan dilaksanakan.
Strategi coaching dengan berbagai mazhab, konsep dan perkasasnya paling laris dipelajari para pemimpin, apapun tingkat jabatannya.
Pemimpin sebagai pelatih menjadi salah satu ukuran kinerja utama seorang pemimpin.
Mengapa demikian? Karena, meminjam idiom olahraga, anak-buah hebat selalu memiliki pelatih hebat. Anak buah produktif buah dari ketekunan pemimpin sebagai pelatihnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.